JAKARTA – Keluarga Anggota DPR RI nonaktif Ahmad Sahroni menyampaikan sikap terbuka terhadap warga yang terlibat dalam penjarahan rumahnya di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Alih-alih menempuh jalur hukum, keluarga menegaskan akan menerima dengan tangan terbuka setiap barang yang dikembalikan secara sukarela.
“Kami menegaskan tidak akan menempuh jalur hukum bagi warga yang dengan sukarela menyerahkan barang, baik melalui Polres Metro Jakarta Utara maupun langsung kepada keluarga,” ujar Achmad Winarso, perwakilan keluarga Sahroni, dalam keterangan resminya, Jumat (05/09/2025).
Menurut Winarso, proses pengembalian bisa difasilitasi oleh Polres Metro Jakarta Utara. Polisi akan menerima barang terlebih dahulu, lalu menyerahkannya kepada pihak keluarga. Langkah ini dipilih agar warga tidak merasa takut dan dapat segera mengembalikan barang yang masih berada di tangan mereka.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Erick Frendriz, membenarkan sudah ada warga yang memilih mengembalikan barang jarahan secara langsung.
“Kami telah memfasilitasi proses penyerahan sejumlah barang milik Ahmad Sahroni kepada pihak keluarga yang diwakili oleh Achmad Winarso,” kata Erick.
Peristiwa penjarahan rumah Sahroni terjadi pada Sabtu (30/08/2025) sore. Sekelompok orang mendatangi rumahnya dan membawa kabur berbagai barang berharga mulai dari tas mewah, jam tangan, hingga sejumlah uang.
Insiden ini dipicu kemarahan publik usai pernyataan Sahroni mengenai desakan pembubaran DPR. Saat itu, wacana pembubaran muncul setelah heboh kabar kenaikan tunjangan anggota dewan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah. Sahroni kemudian berkomentar keras dengan menyebut pihak yang ingin membubarkan DPR memiliki “mental tolol”. Ucapan itu memicu gelombang kritik dan berujung aksi massa di kediamannya.
Menyusul kericuhan tersebut, kepolisian telah menangkap beberapa pelaku penjarahan. Namun, bagi keluarga, ruang damai tetap dibuka bagi masyarakat yang menyesali tindakannya.
“Kami berharap mereka yang masih menyimpan barang milik keluarga dapat segera mengembalikannya. Kami pastikan tidak akan ada proses hukum selama pengembalian dilakukan secara sukarela,” ujar Winarso menegaskan.
Sikap ini dinilai sebagai langkah meredam ketegangan sekaligus memberi kesempatan bagi masyarakat untuk memperbaiki kesalahan. Dengan begitu, proses hukum dapat lebih difokuskan pada pihak-pihak yang terbukti melakukan perusakan dan penjarahan secara terencana.
Pihak keluarga pun mengimbau agar peristiwa serupa tidak terulang. Mereka meminta masyarakat menyampaikan kritik atau ketidakpuasan melalui jalur yang konstitusional, bukan dengan tindakan anarkistis. “Kami semua tentu ingin masalah bisa selesai dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan,” tutup Winarso. []
Diyan Febriana Citra.