Pengawasan Boarding School Jadi Sorotan Pasca Kasus MA

Pengawasan Boarding School Jadi Sorotan Pasca Kasus MA

Bagikan:

PARLEMENTARIA – Penangkapan seorang ustaz berinisial MA (39) atas dugaan pencabulan terhadap tujuh santri laki-laki di sebuah pondok pesantren di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar), mengguncang dunia pendidikan berbasis asrama di Kalimantan Timur (Kaltim). Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang urgensi pengawasan ketat dan pembinaan berkelanjutan terhadap lembaga pendidikan boarding school.

Kasus tersebut terungkap setelah korban berani melapor dengan didampingi Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim, sebuah lembaga nonpemerintah yang aktif memberikan pendampingan hukum dan psikologis. Kehadiran TRC PPA menjadi penopang penting dalam memastikan kasus ini tidak tenggelam dan korban mendapatkan perlindungan yang semestinya.

Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi, menyampaikan apresiasi mendalam kepada TRC PPA. Ia menilai kiprah para relawan patut diberi penghargaan karena mampu bertindak cepat dan memberi pendampingan nyata sejak awal kasus mencuat.

“Sebagai anggota DPRD mengapresiasi dan berterima kasih serta memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada kawan-kawan dari lembaga non pemerintah yang memberikan perhatian penuh yang memberikan pendampingan terhadap kasus itu,” ujar Darlis di Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa (02/09/2025).

Namun, di balik apresiasi itu, Darlis menekankan pentingnya evaluasi serius terhadap sistem pengawasan lembaga pendidikan berbasis asrama. Menurutnya, pemerintah, termasuk Kementerian Agama, tidak boleh abai dalam memastikan pembinaan dan monitoring berlangsung secara konsisten.

“Bahwa pembinaan-pembinaan kepada lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat boarding school harus ditingkatkan, sehingga kejadian itu tidak terulang dan boleh jadi itu seperti halnya fenomena gunung es yang muncul itu hanya satu atau dua sesungguhnya bisa jadi kejadian yang sebenarnya ada banyak,” jelasnya.

Politisi dari daerah pemilihan Samarinda itu menilai kasus MA menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah maupun pusat. Ia menyoroti perlunya penguatan sosialisasi undang-undang perlindungan anak serta peningkatan fungsi pembinaan dan pengawasan. Bagi Darlis, ini adalah momentum agar sektor pendidikan, sosial, dan hukum bekerja lebih terintegrasi demi melindungi anak-anak dari tindak kekerasan seksual.

“Catatan buat kami agar semua sektor meningkatkan pembinaannya kepada lembaga-lembaga atau instansi terkait yang menerapkan pendidikan sistem boarding, berarti memang harus lebih memperhatikan aspek pembinaan dan monitoring,” tambahnya.

Lebih lanjut, Darlis juga menyinggung lemahnya peran lembaga pemerintah yang seharusnya berada di garis depan perlindungan anak. Ia menilai Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) di bawah naungan DP3A Kaltim tidak menonjol dalam menangani kasus ini. Masyarakat dan korban justru lebih banyak menggantungkan harapan kepada relawan TRC PPA.

“Lembaga-lembaga pemerintah kalah, padahal di DP3A Kaltim ada KPAD dan seharusnya hal seperti itu bisa juga ditangani oleh pemerintah jangan hanya lembaga swasta,” tegasnya.

Kritik ini menjadi sinyal penting agar pemerintah daerah memperkuat peran kelembagaan perlindungan anak, bukan hanya di atas kertas, melainkan dengan kerja nyata di lapangan.

Sementara itu, aparat kepolisian masih terus mendalami kasus pencabulan ini. Pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti terus dilakukan untuk memastikan fakta-fakta hukum, termasuk kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat. Di sisi lain, pendampingan psikologis dan perlindungan hukum bagi para korban tetap menjadi prioritas.

Kasus MA telah membuka ruang diskusi publik yang lebih luas mengenai keselamatan anak di lembaga pendidikan. Peristiwa ini sekaligus menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya soal kurikulum, tetapi juga tentang rasa aman, perlindungan, dan pengawasan ketat terhadap semua pihak yang terlibat di dalamnya. []

Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna

Bagikan:
Advertorial DPRD Kaltim