SEOUL – Ketegangan diplomatik antara Korea Selatan dan Amerika Serikat semakin mencuat setelah 475 pekerja asal Negeri Ginseng yang bekerja di pabrik baterai Hyundai-LG di AS hingga kini masih ditahan oleh Badan Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE). Rencana pemulangan melalui penerbangan carteran khusus yang semula dijadwalkan pada Rabu, 10 September 2025, harus tertunda akibat hambatan dari pihak AS.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dalam pernyataannya menyebutkan, “penerbangan yang telah disiapkan menghadapi kesulitan untuk memenuhi jadwal keberangkatan 10 September 2025 karena kendala teknis di pihak AS.” Namun, pemerintah Seoul tidak merinci lebih jauh bentuk hambatan yang dimaksud maupun kapan jadwal baru akan ditetapkan.
“Kami akan terus bekerja sama dengan Amerika Serikat agar penerbangan bisa segera dilanjutkan,” demikian bunyi pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri.
Situasi penahanan massal ini menimbulkan keresahan, bukan hanya bagi keluarga para pekerja, tetapi juga bagi publik Korea Selatan yang mempertanyakan dasar hukum operasi tersebut. Pasalnya, sebagian pekerja dilaporkan memiliki dokumen resmi, namun tetap ditahan oleh otoritas imigrasi. Kondisi ini kian kontroversial setelah muncul tudingan adanya praktik profiling rasial, di mana sejumlah orang diduga ditangkap bukan karena melanggar aturan imigrasi, melainkan hanya berdasarkan kecurigaan semata.
Di tengah tekanan diplomatik yang meningkat, pemerintah Korea Selatan berusaha menunjukkan sikap proaktif. Selain menyiapkan evakuasi bagi warganya, Seoul juga membuka kesempatan bagi warga negara asing dari negara lain untuk ikut dalam penerbangan pemulangan tersebut. Meski demikian, belum ada kepastian siapa saja yang akan memanfaatkan tawaran tersebut.
Kasus ini menuai kritik tajam, lantaran operasi besar ICE yang berujung pada penahanan ratusan pekerja asal Korea bermula hanya dari laporan seorang warga terkait empat imigran ilegal. Eskalasi yang terjadi dianggap tidak proporsional dan berpotensi merusak hubungan bilateral yang selama ini erat, khususnya di bidang industri strategis seperti teknologi baterai dan kendaraan listrik.
Dengan ratusan pekerja Korea masih berada di pusat detensi ICE tanpa kejelasan, isu ini berpotensi berkembang menjadi krisis diplomatik. Jika penyelesaiannya berlarut, Seoul diperkirakan akan menempuh jalur negosiasi tingkat tinggi, bahkan tidak menutup kemungkinan menekan Washington melalui forum internasional.
Bagi Korea Selatan, masalah ini bukan sekadar soal pemulangan pekerja, melainkan menyangkut martabat nasional dan perlindungan terhadap warganya di luar negeri. Sementara bagi Amerika Serikat, kebijakan imigrasi yang keras kini dipertanyakan dampaknya terhadap hubungan dengan mitra strategisnya di Asia Timur. []
Diyan Febriana Citra.