PARLEMENTARIA – Rapat Paripurna ke-35 DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) yang digelar di Gedung Utama (B) Karang Paci, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Jumat malam (12/09/2025), tidak hanya membahas agenda utama penandatanganan kesepakatan bersama Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2025. Suasana forum justru menghangat setelah Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menyampaikan interupsi yang mempersoalkan rencana penyertaan modal Rp50 miliar kepada PT Migas Mandiri Pratama (MMP).
Dalam penyampaiannya, Sabaruddin menekankan bahwa keputusan tersebut seharusnya didukung dengan kajian komprehensif. “Perlu adanya visibility study terkait kondisi PT MMP,” tegasnya di hadapan forum. Ia mengingatkan, tanpa analisis mendalam mengenai proyeksi bisnis dan potensi keuntungan, kebijakan itu berisiko menimbulkan masalah hukum. Sebagai perbandingan, Sabaruddin menyinggung kasus dugaan korupsi dalam program Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kaltim, yang menurutnya terjadi akibat lemahnya transparansi pengelolaan anggaran.
Interupsi tersebut sontak menarik perhatian peserta rapat. Isu penyertaan modal memang kerap menjadi sorotan publik karena bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kritik yang muncul dari kalangan legislatif menunjukkan adanya kehati-hatian agar kebijakan penggunaan anggaran tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga sesuai prinsip akuntabilitas.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, memberi apresiasi terhadap sikap kritis yang ditunjukkan Sabaruddin. Menurutnya, masukan tersebut penting sebagai bagian dari pengawasan internal. “Masukan itu tentu sangat baik sebagai bentuk komitmen DPRD Kaltim dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran,” ujarnya.
Meski demikian, Hasanuddin menilai momentum penyampaian interupsi kurang tepat. Ia menegaskan bahwa rapat paripurna kali ini sudah berada pada tahap akhir, yakni penandatanganan kesepakatan bersama dengan Gubernur Kaltim terkait perubahan KUA-PPAS. “Interupsi yang disampaikan memang baik, namun waktunya sudah melewati tahapan pembahasan. Seharusnya bisa disampaikan lebih awal dalam forum yang tepat agar menjadi bagian dari proses pembahasan secara menyeluruh,” jelasnya.
Menurut Hasanuddin, mekanisme pembahasan penyertaan modal seharusnya dilakukan secara rinci di tingkat komisi atau badan anggaran. Dengan begitu, setiap pandangan dan kritik bisa diakomodasi dalam rekomendasi resmi DPRD sebelum dibawa ke paripurna. Ia menambahkan bahwa kebutuhan akan visibility study yang disampaikan Sabaruddin tetap dapat menjadi catatan penting untuk evaluasi di masa mendatang.
Dinamika yang muncul dalam forum ini memperlihatkan bagaimana DPRD Kaltim menjalankan fungsi pengawasannya. Interupsi yang dilontarkan di tengah jalannya rapat mengingatkan bahwa prinsip keterbukaan informasi publik dan transparansi penggunaan anggaran daerah tidak boleh diabaikan.
Meski perbedaan pandangan sempat mencuat, rapat paripurna akhirnya tetap ditutup dengan penandatanganan kesepakatan antara DPRD dan Pemerintah Provinsi Kaltim mengenai Perubahan KUA-PPAS Tahun Anggaran 2025. Kesepakatan ini menjadi dasar bagi penyusunan Rancangan Perubahan APBD (APBD-P) 2025 yang akan segera dibahas lebih lanjut.
Dalam kesempatan itu, Hasanuddin kembali menegaskan bahwa DPRD Kaltim berkomitmen menjaga tata kelola keuangan daerah sesuai prinsip akuntabilitas. Ia memastikan lembaganya akan terus mengawal rencana penyertaan modal kepada BUMD, termasuk menuntut adanya transparansi dan pertanggungjawaban yang jelas dari setiap kebijakan.
Sementara itu, interupsi Sabaruddin dianggap sebagai pengingat dini agar setiap program yang menggunakan dana besar benar-benar ditopang kajian matang. Menurutnya, pengalaman kasus DBON Kaltim menjadi cermin bahwa tanpa transparansi, sebuah program dapat dengan mudah berujung pada persoalan hukum.
Bagi publik, dinamika tersebut menunjukkan bahwa DPRD Kaltim tidak hanya berperan sebagai pembuat regulasi, tetapi juga menjalankan fungsi pengawasan secara nyata. Suara kritis dalam forum resmi menjadi bukti bahwa ada mekanisme kontrol yang terus bekerja untuk memastikan kebijakan anggaran berpihak kepada kepentingan masyarakat.
Rapat paripurna ke-35 DPRD Kaltim ini pada akhirnya menegaskan pentingnya keseimbangan antara percepatan kebijakan dan kebutuhan akan kajian mendalam. Transparansi, keterbukaan, serta pengawasan ketat diyakini menjadi kunci dalam mencegah terulangnya kasus penyalahgunaan anggaran, sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap institusi legislatif maupun eksekutif di daerah. []
Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna