GAZA – Serangan militer Israel ke Jalur Gaza kembali memasuki fase paling mematikan sejak konflik dimulai. Pada Senin (15/09/2025) malam, Angkatan Udara Israel melancarkan lebih dari 37 serangan besar hanya dalam waktu 20 menit. Serangan itu tidak berhenti, melainkan terus berlanjut dengan melibatkan berbagai jenis persenjataan berat.
Helikopter Apache berputar-putar di atas langit Kota Gaza sambil menembakkan rudal ke arah permukiman padat penduduk. Tank-tank Israel dilaporkan memasuki kota, disertai penggunaan robot berbahan peledak untuk menghantam titik-titik tertentu di kawasan sipil. Saksi mata menggambarkan suasana mencekam, dengan ledakan demi ledakan terjadi di berbagai penjuru kota yang telah lama terkepung.
Meskipun operasi ini dilakukan dengan kekuatan penuh, sejumlah pejabat tinggi Israel sebenarnya telah mengeluarkan peringatan. Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Eyal Zamir, pimpinan Mossad, kepala Shin Bet, hingga intelijen militer disebut telah mengingatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar menahan diri dari operasi darat di Kota Gaza. Mereka khawatir langkah itu berisiko besar terhadap keselamatan sandera Israel yang masih ditahan kelompok Hamas, sekaligus berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi pasukan IDF sendiri.
“Operasi semacam ini tidak serta merta dapat melenyapkan Hamas,” demikian analisis para pejabat keamanan. Namun, peringatan itu tampaknya diabaikan. Netanyahu sebelumnya justru meminta warga Gaza segera meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke wilayah selatan, sebagai tanda bahwa serangan besar-besaran tidak bisa dihindari.
Serangan terbaru ini menambah panjang daftar korban di Gaza sejak perang kembali pecah pada 7 Oktober 2023. Berdasarkan data otoritas kesehatan setempat, lebih dari 64.000 orang telah tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Jumlah tersebut mencerminkan skala penderitaan sipil yang semakin berat, di tengah keterbatasan akses bantuan kemanusiaan dan minimnya jalur evakuasi yang aman.
Di sisi lain, kelompok Hamas disebut masih memberikan perlawanan sengit. Beberapa laporan menyebut empat pasukan elite Israel tewas dalam bentrokan di lapangan, menunjukkan bahwa pertempuran di jantung Kota Gaza tidak berjalan mudah bagi militer Zionis.
Situasi ini memperlihatkan betapa rapuhnya prospek perdamaian di Timur Tengah. Dengan operasi yang terus meluas, risiko eskalasi regional kian besar. Peringatan dari pejabat keamanan Israel sendiri menegaskan bahwa strategi militer semata belum tentu dapat menyelesaikan konflik, melainkan justru memperpanjang penderitaan kemanusiaan di Gaza. []
Diyan Febriana Citra.