ADVERTORIAL – Kasus pelecehan seksual sesama jenis yang menimpa santri di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar), masih menyisakan trauma mendalam bagi korban maupun keluarganya. Meski pelaku telah diamankan aparat kepolisian, kekhawatiran publik atas kemungkinan terulangnya kejadian serupa terus mengemuka.
Merespons keresahan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kukar intens menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari perwakilan ponpes, psikolog, kepolisian, dewan pendidikan, hingga instansi terkait. Dalam rapat pada Senin (15/09/2025), forum legislatif itu menyepakati langkah penting: membentuk Peraturan Daerah (Perda) khusus terkait LGBT.
“Tentu kita akan bekerja keras dalam waktu dekat, karena banyak kasus yang harus ditangani. Kasus-kasus ini terutama terkait kekerasan seksual, termasuk persoalan LGBT yang saat ini menjadi fokus kami,” ujar Ketua DPRD Kukar Ahmad Yani usai rapat bersama ponpes dan instansi terkait di Ruang Banmus.
Yani menekankan, Perda tersebut bukan hanya berfungsi sebagai aturan, tetapi juga sebagai upaya preventif dan penanggulangan yang memiliki kekuatan hukum. Ia mengingatkan bahwa kasus serupa tidak menutup kemungkinan terjadi di berbagai tempat lain, baik di institusi pendidikan, kantor pemerintahan, hingga lingkungan keluarga.
“Jika tidak segera ditangani, persoalan ini bisa menjamur di mana-mana,” tegasnya.
Selain pencegahan, Perda LGBT juga diharapkan mempermudah aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti kasus serupa. Tanpa payung hukum yang jelas, proses penanganan sering kali menemui kendala.
Politisi PDI Perjuangan itu juga memastikan DPRD Kukar akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat. Salah satu poin yang tengah dipertimbangkan adalah soal kelanjutan operasional pesantren tempat kasus terjadi.
“Kami akan melakukan investigasi mendalam, mencari fakta secara detail, dan memastikan keputusan yang diambil benar-benar tepat, apakah pendidikan di sana dilanjutkan atau diberhentikan. Yang jelas oknum harus ditindak tegas,” pungkas Yani. []
Penulis: Eko Sulistiyo | Penyunting: Agnes Wiguna