JAKARTA – Pemerintah menaruh perhatian besar pada pemenuhan gizi masyarakat, terutama di wilayah yang sulit dijangkau. Melalui percepatan pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), pemerintah berharap tidak hanya menekan angka stunting, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal di daerah terpencil, terluar, dan perbatasan.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyebutkan bahwa strategi percepatan pembangunan dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, pembangunan di daerah aglomerasi yang memiliki penerima manfaat lebih dari seribu orang. Kedua, di wilayah yang aksesnya sulit, pemerintah memberikan insentif khusus agar mitra bersedia berpartisipasi.
“Di daerah aglomerasi insentif diberikan per porsi dan harian, sedangkan di wilayah terpencil pemerintah menyewa empat tahun di depan,” ujar Dadan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/09/2025).
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menambahkan, kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara seragam karena kondisi geografis Indonesia sangat beragam.
“Di kota mudah, tetapi di daerah, seperti Natuna atau Papua jauh lebih kompleks. Terkait hal itu, mekanisme yang ditawarkan sangat terbuka dengan masukan dari daerah,” kata Tito.
Pemerintah menargetkan pembangunan SPPG di 62 kabupaten prioritas dengan akses sulit. Dari total 806 lokasi yang dinilai layak, 264 akan dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), sedangkan sisanya, sebanyak 542, ditangani oleh BGN. Menteri PU Dody Hanggodo menegaskan, ratusan lokasi tersebut akan dijadikan proyek percontohan agar pola pembangunan bisa direplikasi di daerah lain.
BGN sendiri menyiapkan anggaran sebesar Rp 6 triliun untuk membangun 1.542 SPPG tahun ini. Skema sewa empat tahun di muka untuk wilayah terpencil diyakini mampu menarik lebih banyak mitra untuk ikut berperan.
Selain meningkatkan pemenuhan gizi, Dadan menekankan keberadaan SPPG akan menjadi katalis bagi ekonomi desa. “Satu SPPG saja mampu menggerakkan usaha kolam lele, beras, jagung, sayuran, hingga peternakan. Ini peluang bagi Bumdes, koperasi, dan petani desa,” ujarnya.
Hingga September 2025, BGN mencatat telah memproduksi lebih dari 1 miliar porsi makanan dengan target zero incident. Jumlah SPPG yang beroperasi juga meningkat pesat, dari hanya 190 unit pada Januari menjadi 8.344 unit, dengan target menembus 10.000 unit pada akhir tahun.
Program ini juga melibatkan lebih dari 600.000 tenaga kerja langsung, belum termasuk para petani dan pelaku rantai pasok yang mendapatkan manfaat tidak langsung. Untuk tahun 2026, BGN menargetkan anggaran Rp 268 triliun, dengan cadangan hingga Rp 367 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 96 persen dialokasikan khusus untuk pemenuhan gizi nasional.
“SPPG bukan sekadar soal makanan, tetapi tentang mencetak generasi sehat, cerdas, dan kuat sekaligus menggerakkan ekonomi daerah,” tegas Dadan. []
Diyan Febriana Citra.