LONDON — Pemerintah Inggris berada di ambang keputusan bersejarah terkait pengakuan kenegaraan Palestina. Perdana Menteri Keir Starmer dikabarkan akan menyampaikan pengakuan resmi akhir pekan ini, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuntaskan kunjungan kenegaraannya di London, Kamis (18/09/2025).
Langkah tersebut bukan hal baru. Sejak awal masa jabatannya, Starmer telah menegaskan komitmen untuk mengakui negara Palestina, terutama bila Israel tidak menunjukkan itikad memperbaiki kondisi kemanusiaan di Gaza. Ia sebelumnya menargetkan pengakuan dilakukan sebelum Sidang Umum PBB di New York yang dijadwalkan dimulai 23 September 2025.
Meski begitu, Starmer memilih menunda pengumuman resmi hingga kunjungan Trump berakhir. Pertimbangan ini diambil untuk menghindari agar isu Palestina tidak mendominasi konferensi pers bersama kedua pemimpin. Namun, keputusan itu juga menimbulkan spekulasi mengenai potensi ketegangan baru antara Inggris dan AS. Sebab, pemerintahan Trump secara konsisten menolak memberikan pengakuan terhadap Palestina.
Di sisi lain, sejumlah negara seperti Perancis, Australia, dan Kanada sudah menyatakan niat serupa untuk mengumumkan pengakuan pada forum PBB mendatang. Tekanan juga datang dari dalam negeri, di mana anggota parlemen Partai Buruh mendesak Starmer mengambil langkah tegas menyusul memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza.
Starmer sebelumnya menyebut pengakuan dapat ditunda apabila Israel bersedia memenuhi tiga syarat, yakni gencatan senjata, kesediaan menjalankan solusi dua negara, serta membuka akses penuh bagi distribusi bantuan kemanusiaan PBB. Namun, hingga kini, Israel tidak menunjukkan tanda-tanda mengabulkan tuntutan tersebut.
Situasi di lapangan justru semakin memburuk. Militer Israel masih menggencarkan serangan darat di Gaza yang memaksa ribuan warga meninggalkan rumah mereka dalam beberapa hari terakhir. Komisi Penyelidikan PBB bahkan menilai ada alasan kuat menyimpulkan bahwa tindakan Israel terhadap warga Gaza masuk kategori genosida.
Wali Kota London Sadiq Khan turut menguatkan pandangan ini. Untuk pertama kalinya, ia secara terbuka menyebut kondisi di Gaza sebagai genosida. Sebaliknya, Kementerian Luar Negeri Israel menolak tudingan itu mentah-mentah dengan menyebut laporan PBB sebagai distorsi dan tidak benar.
Hingga kini, 147 dari 193 anggota PBB sudah mengakui Palestina sebagai negara. Bila Inggris benar-benar mengumumkan pengakuannya, langkah itu akan menambah legitimasi internasional bagi Palestina sekaligus memberi tekanan politik baru terhadap Israel.
Keputusan Starmer tidak hanya akan berimplikasi pada diplomasi global, tetapi juga mencerminkan peran Inggris dalam peta politik internasional, apakah berdiri sejalan dengan sekutunya di Washington, atau memilih berdiri bersama mayoritas dunia yang menuntut solusi damai dengan mengakui Palestina sebagai negara merdeka. []
Diyan Febriana Citra.