JAKARTA – Kawasan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, kembali menjadi sorotan publik lantaran warganya masih menggantungkan hidup dari sampah. Pada Jumat (19/9/2025), sejumlah warga terlihat memulung plastik bekas dan mencari barang-barang yang masih layak pakai dari aliran sungai keruh yang melintas di tengah permukiman.
Di sisi lain, petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) rutin melakukan pembersihan sungai. Namun, upaya tersebut belum mampu mengatasi menumpuknya sampah yang terus bermunculan. Kondisi lingkungan tetap memprihatinkan dengan tumpukan limbah rumah tangga dan plastik yang mencemari aliran air.
Selain hidup dari memulung, sebagian besar warga Tanah Tinggi juga tinggal berdampingan langsung dengan jalur rel kereta api. Ironisnya, tak ada dinding pembatas yang melindungi rumah mereka dari laju kereta yang melintas setiap hari. Situasi ini menimbulkan risiko keselamatan, terutama bagi anak-anak yang sering bermain di sekitar rel tanpa pengawasan memadai.
Potret ini mencerminkan masalah berlapis yang dihadapi kawasan kumuh di ibu kota: kemiskinan, kebersihan lingkungan, serta keselamatan hidup. Meski Jakarta terus bertransformasi menjadi kota modern dengan pembangunan infrastruktur, kenyataan bahwa masih ada warga yang bertahan hidup dari sampah menunjukkan jurang ketimpangan yang belum teratasi.
Hingga kini, Tanah Tinggi tetap menjadi salah satu wilayah padat penduduk dengan kepadatan bangunan tinggi, minim fasilitas kesehatan lingkungan, serta rawan bencana sosial. Para pengamat menilai pemerintah perlu memperkuat program penataan permukiman sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat agar siklus kemiskinan tidak terus berulang.
Di tengah keterbatasan itu, warga Tanah Tinggi tetap bertahan. Aktivitas memulung sampah menjadi sumber penghasilan sehari-hari, meskipun risiko kesehatan dan keselamatan terus mengintai. Kawasan ini pun menjadi cermin nyata bahwa pembangunan kota besar belum sepenuhnya menjangkau lapisan masyarakat paling bawah.[]
Putri Aulia Maharani