Serangan Drone di Masjid Sudan Tewaskan 70 Orang

Serangan Drone di Masjid Sudan Tewaskan 70 Orang

KAIRO — Konflik berkepanjangan di Sudan kembali menorehkan luka mendalam. Serangan pesawat nirawak yang dilancarkan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) terhadap sebuah masjid di Kota Al Fashir, Darfur Utara, menewaskan lebih dari 70 orang. Peristiwa ini menambah panjang daftar korban sipil yang jatuh akibat konflik bersenjata di negara tersebut.

Dewan Kedaulatan Transisi Sudan (TSC) pada Jumat (19/09/2025) menyebut serangan itu berlangsung saat jamaah tengah menunaikan salat Subuh.

“Kelompok teroris RSF melancarkan serangan drone terhadap para jamaah di sebuah masjid di Kota Al Fashir saat salat Subuh. Lebih dari 70 orang tewas akibat kejahatan ini,” demikian pernyataan resmi TSC.

Sebelumnya, jaringan organisasi medis Sudan Doctors Network melaporkan korban jiwa mencapai sedikitnya 43 orang. Namun, jumlah itu terus bertambah seiring ditemukannya korban baru di lokasi kejadian. Serangan ini menyoroti betapa rentannya warga sipil yang terjebak dalam situasi perang yang tak kunjung usai.

Kota Al Fashir sendiri sudah lebih dari setahun berada dalam blokade pasukan RSF. Kondisi ini memperburuk krisis kemanusiaan, sebab jalur logistik terhambat dan bantuan kemanusiaan sulit menjangkau masyarakat. Bentrokan antara RSF dan tentara Sudan terus terjadi di sekitar kota, membuat warga sipil hidup dalam ketakutan dan kekurangan.

Penderitaan warga semakin parah. Seorang dokter setempat, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan banyak warga terpaksa memakan keledai dan unta demi bertahan hidup. Situasi kelaparan massal ini menjadi cermin tragis dari dampak perang yang menghancurkan kehidupan sehari-hari masyarakat Darfur.

Konflik antara militer Sudan dan RSF telah berlangsung sejak April 2023. Ketika itu, kedua pihak berebut kendali setelah perselisihan politik berubah menjadi perang terbuka. Militer Sudan sempat mengumumkan keberhasilan mengusir RSF dari ibu kota, Khartoum, pada Maret lalu. Namun, paramiliter itu kembali memperkuat posisi dengan menggencarkan serangan di wilayah barat dan selatan, bahkan mendeklarasikan pemerintahan tandingan.

Serangan di Al Fashir menegaskan bahwa warga sipil kerap menjadi korban utama. Mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal dan akses kebutuhan pokok, tetapi juga harus menyaksikan tempat ibadah dijadikan target kekerasan.

Komunitas internasional menghadapi ujian besar dalam merespons tragedi ini. Tekanan agar gencatan senjata segera tercapai semakin kuat, tetapi upaya mediasi sejauh ini belum menunjukkan hasil nyata. Sementara itu, penderitaan warga terus berlanjut, menimbulkan keprihatinan mendalam bahwa konflik Sudan berisiko berubah menjadi krisis kemanusiaan berkepanjangan. []

Diyan Febriana Citra.

Internasional