GAZA – Situasi di Jalur Gaza dan wilayah perbatasannya kembali memanas setelah militer Israel melaporkan adanya serangan proyektil dari Gaza utara pada Minggu (21/09/2025). Dua proyektil diluncurkan, satu berhasil dicegat, sementara yang lainnya jatuh di area terbuka di Israel selatan.
“Setelah sirene berbunyi di wilayah Lakhish dan Ashdod, dua proyektil diluncurkan dari Jalur Gaza utara,” demikian pernyataan militer Israel. Mereka memastikan angkatan udara mampu menembak jatuh satu proyektil, sementara proyektil kedua tidak menimbulkan kerusakan maupun korban jiwa karena jatuh di lahan terbuka.
Hingga kini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Peristiwa ini terjadi di tengah jarangnya serangan lintas perbatasan dalam beberapa bulan terakhir, seiring gempuran Israel yang terus berlanjut di Kota Gaza.
Sementara itu, kondisi di Gaza sendiri kian memburuk. Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan enam orang tewas akibat serangan udara Israel sejak fajar hari Minggu. Saksi mata menyebut Kota Gaza diguncang oleh rentetan tembakan artileri dan serangan udara sejak Sabtu malam.
Militer Israel memang sedang gencar melancarkan operasi besar-besaran untuk menguasai Kota Gaza, hampir dua tahun setelah perang pecah dan meluluhlantakkan sebagian besar wilayah tersebut. Serangan melibatkan pesawat tempur, artileri berat, dan tank yang menargetkan berbagai titik strategis.
Sehari sebelumnya, Sabtu (20/09/2025), jumlah korban jiwa di seluruh Jalur Gaza mencapai hampir 90 orang, sebagian besar berasal dari Kota Gaza. Korban yang terus bertambah setiap hari memperlihatkan betapa rentannya kondisi warga sipil di tengah konflik yang tak kunjung reda.
Meski dua proyektil dari Gaza tidak menimbulkan korban di Israel, peristiwa ini dipandang sebagai sinyal bahwa ketegangan masih jauh dari usai. Aksi balasan semacam itu berpotensi memicu siklus serangan yang lebih luas, di tengah meningkatnya tekanan internasional agar kedua pihak menahan diri.
Konflik berkepanjangan ini tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menghancurkan infrastruktur vital dan memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza. Bagi warga sipil, serangan beruntun berarti harus terus hidup dalam ketidakpastian, kehilangan keluarga, tempat tinggal, dan akses terhadap kebutuhan dasar. []
Diyan Febriana Citra.