MA Batalkan Vonis Lepas Korporasi di Kasus Ekspor CPO

MA Batalkan Vonis Lepas Korporasi di Kasus Ekspor CPO

JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan vonis lepas yang sebelumnya dijatuhkan terhadap tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO). Putusan kasasi yang diketok pada Senin (15/09/2025) itu sekaligus mengubah arah penanganan perkara yang sejak awal menuai sorotan publik.

Majelis kasasi yang diketuai Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo menyatakan menerima permohonan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU).

“Amar putusan: JPU (jaksa penuntut umum) kabul,” demikian keterangan dalam laman resmi MA, Kamis (25/09/2025).

Perkara tersebut tercatat dengan nomor 8431, 8432, dan 8433 K/PID.SUS/2025. Status perkara saat ini dinyatakan telah diputus dan tengah menunggu proses minutasi putusan oleh majelis.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan putusan lepas bagi tiga perusahaan, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Vonis itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Djuyamto bersama dua anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.

Namun, putusan tersebut kemudian memunculkan tanda tanya setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan indikasi suap dalam proses persidangan. Hasil penyidikan berujung pada penetapan lima orang sebagai tersangka, termasuk tiga hakim PN Jakarta Pusat, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Dalam dakwaan yang dibacakan di persidangan, ketiga hakim diduga menerima suap senilai Rp21,9 miliar. Total uang yang diduga mengalir, termasuk kepada Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan, mencapai Rp40 miliar. Suap itu disebut berasal dari pihak yang mewakili kepentingan perusahaan sawit, yakni para advokat Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei.

Jaksa menjelaskan, aliran dana suap diberikan dalam dua tahap. Pertama, Djuyamto disebut menerima Rp1,7 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar. Tahap kedua, jumlah yang diterima lebih besar: Djuyamto memperoleh Rp7,8 miliar, sementara Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.

Dengan dibatalkannya vonis lepas oleh MA, ketiga korporasi sawit tersebut kembali harus menghadapi proses hukum. Putusan ini juga memperkuat langkah penegakan hukum Kejagung dalam membongkar praktik lancung yang terjadi di balik meja hijau.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas lembaga peradilan di Indonesia. Dugaan praktik suap dalam kasus besar semacam ini menunjukkan betapa rentannya sistem hukum ketika berhadapan dengan kepentingan korporasi besar. Putusan MA kini diharapkan menjadi titik balik untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang bersih dan adil. []

Diyan Febriana Citra.

Nasional