DAMASKUS – Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, memperingatkan bahwa tindakan militer Israel di Qatar dan Suriah dapat berimplikasi serius terhadap Amerika Serikat (AS). Menurutnya, agresi Israel berpotensi melemahkan posisi strategis AS di kawasan dan bahkan mendorong sekutu-sekutunya mencari alternatif dukungan.
Pernyataan itu disampaikan al-Sharaa dalam wawancara bersama Margaret Brennan dari program 60 Minutes, menjelang pidatonya di Sidang Umum PBB. Al-Sharaa, yang naik ke tampuk kekuasaan setelah menggulingkan Bashar al-Assad dan mengakhiri konflik bersenjata selama hampir 14 tahun, kini berupaya menegaskan posisi Suriah di kancah internasional.
Pada Desember lalu, AS mencabut hadiah sebesar 10 juta dolar atas kepalanya dan menghapus status teroris kelompok yang pernah ia pimpin pada Juli. Langkah tersebut dinilai sebagai sinyal perubahan pandangan Washington terhadap kepemimpinan baru Suriah.
“Pengeboman istana presiden sama saja dengan deklarasi perang terhadap Suriah. Bagaimana jika halaman belakang Gedung Putih dibom? Amerika Serikat akan melancarkan perang terhadap siapa pun yang menargetkan halaman belakang Gedung Putih selama 20 tahun ke depan,” kata al-Sharaa menegaskan.
Meski demikian, Suriah memilih untuk tidak membalas serangan Israel. Utusan khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, mengingatkan pentingnya mematuhi standar hukum internasional.
“Ada batas-batas dan standar internasional yang harus dihormati, ada hukum internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Dewan Keamanan yang kita jadikan acuan untuk melindungi standar-standar tersebut. Jika tidak, dunia akan jatuh ke dalam kekacauan besar,” ujar Barrack.
Pada Rabu (24/9), al-Sharaa mencatat sejarah sebagai kepala negara Suriah pertama dalam enam dekade terakhir yang berbicara di Sidang Umum PBB.
Dalam pidatonya, ia menyinggung kebrutalan rezim Assad, menyerukan peluang baru untuk stabilitas kawasan, serta memperingatkan konsekuensi dari kebijakan Israel. Ia juga menyatakan komitmen Suriah untuk menjajaki kesepakatan keamanan dengan Israel demi meredakan ketegangan.
Sejak jatuhnya rezim Assad pada Desember lalu, Israel dilaporkan menginvasi wilayah Suriah selatan dan membentuk zona penyangga di luar ketentuan perjanjian gencatan senjata 1974. Al-Sharaa menuntut agar seluruh wilayah yang disita dikembalikan, dengan pemantauan dari PBB terhadap perjanjian baru yang akan dirumuskan.
Sementara itu, seorang pejabat Israel enggan menanggapi pernyataan al-Sharaa secara langsung, tetapi mengonfirmasi bahwa pembicaraan dengan pihak Suriah masih berlangsung.
Dengan kondisi geopolitik yang dinamis, pernyataan tegas al-Sharaa di forum internasional ini dipandang sebagai upaya memperkuat legitimasi pemerintahannya sekaligus mencari dukungan global atas posisi Suriah di tengah konflik berkepanjangan.[]
Putri Aulia Maharani