JAKARTA – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan akan segera memanggil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, untuk membahas perkembangan terkini program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program prioritas pemerintah tersebut kini tengah menuai sorotan publik akibat maraknya kasus keracunan yang melibatkan ribuan siswa di berbagai daerah.
Prabowo baru tiba kembali di Tanah Air pada Sabtu (27/9/2025) setelah menjalani kunjungan kerja ke empat negara selama sepekan. Setibanya di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, ia langsung menanggapi isu yang berkembang terkait MBG.
“Saya baru tujuh hari di luar negeri. Saya memantau ada perkembangan soal MBG,” ucap Prabowo. “Setelah ini saya akan langsung panggil Kepala BGN dan beberapa pejabat untuk berdiskusi,” tambahnya.
Presiden menekankan bahwa persoalan menu dan kualitas makanan dalam program MBG merupakan isu serius yang harus segera ditangani. Ia tidak menampik bahwa pada tahap awal pelaksanaan masih terdapat sejumlah kekurangan. Namun, ia meminta semua pihak tetap bijak menanggapi masalah ini dan tidak menjadikannya sebagai alat politik.
“Ini masalah besar, jadi wajar kalau ada kekurangan di awal. Tapi saya yakin kita bisa menyelesaikannya dengan baik. Tujuan MBG adalah membantu anak-anak kita yang sering kesulitan makan. Kita ini makan lumayan, mereka hanya nasi garam. Memberi makan jutaan anak tentu ada tantangan, dan itu akan kita atasi,” tegasnya.
Data BGN per 22 September mencatat 4.711 kasus keracunan yang tersebar di tujuh wilayah Indonesia. Kasus paling banyak terjadi di Jawa dengan 2.606 korban, disusul Sumatra sebanyak 1.281 korban, serta wilayah Kalimantan, Bali, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Papua yang mencatat 824 korban. Tren kasus meningkat tajam pada Agustus dan September. Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut jumlah korban mencapai 6.452 orang.
BGN mengidentifikasi penyebab keracunan berasal dari bakteri berbahaya seperti E. Coli, Staphylococcus aureus, Salmonella, hingga Bacillus cereus, yang ditemukan dalam bahan pangan dan air. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, memastikan langkah antisipasi sedang dilakukan.
Semua dapur mitra yang pernah terlibat kasus telah menerima surat pemberitahuan resmi, dan tim gabungan dari BPOM, Dinas Kesehatan, serta kepolisian akan menggelar inspeksi langsung.
“Jika kami menemukan dapur yang tidak memenuhi juknis, operasionalnya akan langsung dihentikan,” ujar Nanik.
Selain pengawasan dapur, BGN juga memastikan seluruh biaya perawatan korban ditanggung penuh. Nanik menegaskan dana operasional lembaga telah disiapkan untuk menghadapi kejadian darurat semacam ini. Di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, misalnya, BGN menanggung biaya pengobatan hingga Rp350 juta.
Di sisi lain, Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Dinkes Kaltim) mengungkap faktor keterlambatan konsumsi makanan turut memicu keracunan. Makanan yang dikonsumsi lebih dari empat jam setelah disiapkan, terutama jenis berkuah, berisiko cepat basi. Dinkes juga telah mengirim sampel ke Balai POM Samarinda guna memastikan penyebab pasti kasus di Balikpapan.
Sebagai langkah jangka panjang, Dinkes Kaltim mendorong Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk segera mengurus Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Dari 8.583 SPPG di Indonesia, baru 34 yang memiliki sertifikat tersebut. Sertifikat ini dinilai krusial untuk menjamin standar kebersihan dan keamanan pangan program MBG.
Dengan perhatian langsung Presiden, publik berharap program unggulan ini dapat segera dibenahi, sehingga benar-benar memberi manfaat bagi anak-anak yang membutuhkan gizi seimbang tanpa mengorbankan aspek keamanan pangan. []
Putri Aulia Maharani