GAZA – Krisis kesehatan di Jalur Gaza semakin mengkhawatirkan setelah Rumah Sakit Al-Helou di Kota Gaza ditembaki tentara Israel pada Minggu (28/09/2025) malam. Menurut keterangan medis, rumah sakit itu menjadi sasaran dua tembakan artileri meski diketahui memiliki layanan penting, termasuk ruang perawatan kanker dan unit khusus untuk bayi prematur yang menampung 12 bayi.
Serangan ini membuat lebih dari 90 orang, terdiri dari pasien dan tenaga medis, terjebak di dalam gedung. Tank-tank Israel dilaporkan mengepung fasilitas tersebut sehingga akses keluar masuk rumah sakit tertutup rapat. Kondisi ini menambah panjang daftar rumah sakit di Gaza yang menjadi target serangan dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya, pada 23 September 2025, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengungkapkan bahwa instalasi oksigen sentral di Rumah Sakit Al Quds lumpuh total setelah ditembaki. PRCS menegaskan, gangguan tersebut sangat berbahaya karena oksigen adalah kebutuhan vital bagi pasien, terutama yang dalam kondisi kritis. Selain itu, kendaraan militer Israel yang ditempatkan di pintu masuk rumah sakit Al Quds menghalangi jalur evakuasi dan distribusi bantuan medis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah berulang kali memperingatkan kondisi darurat kesehatan di Gaza. Dalam laporan terbarunya, WHO menyebut empat rumah sakit besar, yakni Rumah Sakit Kamal Adwan, Rumah Sakit Indonesia, Rumah Sakit Hamad untuk Rehabilitasi dan Prostetik, serta Rumah Sakit Eropa Gaza, sudah tidak beroperasi akibat serangan maupun lokasinya yang berada di zona permusuhan. WHO mencatat 28 serangan terhadap fasilitas medis sejak awal 2025, dan total 697 serangan sejak Oktober 2023.
Saat ini, hanya 19 dari 36 rumah sakit di Jalur Gaza yang masih berfungsi. Namun sebagian besar hanya mampu memberikan layanan darurat terbatas karena kekurangan pasokan medis, keterbatasan tenaga kesehatan, serta kondisi keamanan yang tidak stabil. WHO menegaskan bahwa 94 persen fasilitas kesehatan di Gaza mengalami kerusakan atau hancur.
Situasi di Gaza Utara semakin parah setelah Rumah Sakit Kamal Adwan, satu-satunya pusat penanganan malnutrisi akut parah, terpaksa berhenti beroperasi sejak Mei lalu. Rumah Sakit Al-Awda yang masih bertahan pun kini hanya berfungsi minimal sebagai titik stabilisasi trauma dan terancam ditutup.
Sementara itu, rumah sakit di Gaza Selatan seperti Kompleks Medis Nasser, Al-Amal, dan Al-Aqsa kewalahan menghadapi lonjakan korban luka akibat serangan serta gelombang pengungsi baru dari berbagai wilayah. Rumah Sakit Eropa Gaza pun belum kembali beroperasi setelah serangan pada 13 Mei yang memutus layanan penting, termasuk bedah saraf, perawatan jantung, hingga layanan kanker.
Secara keseluruhan, hanya ada sekitar 2.000 tempat tidur untuk lebih dari 2 juta warga Gaza. Jumlah ini jelas tidak mencukupi, apalagi dengan ancaman tambahan berupa 850 tempat tidur yang terancam hilang jika rumah sakit-rumah sakit di dekat zona evakuasi baru harus ditutup. Kondisi ini menggambarkan betapa rapuhnya sistem kesehatan Gaza di tengah konflik yang terus berlanjut. []
Diyan Febriana Citra.