JAKARTA – Pemerintah menargetkan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 dapat dilakukan pada November 2025. Kepastian itu diharapkan memberi ruang bagi calon jamaah haji untuk melunasi biaya lebih cepat sekaligus mempersiapkan keberangkatan secara matang.
Menteri Haji dan Umrah, Mochammad Irfan Yusuf, menjelaskan percepatan keputusan BPIH akan memberi kepastian lebih awal. “Kita harapkan mungkin November akan sudah ada putusan tentang BPIH-nya,” ujarnya di Jakarta, Rabu (01/10/2025).
Indonesia tahun depan kembali memperoleh kuota haji sebanyak 221 ribu orang. Jumlah ini terdiri dari 203.320 kuota reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Menurut Irfan, angka tersebut sama dengan tahun sebelumnya dan menjadi kuota tetap dari Pemerintah Arab Saudi. Dengan kepastian biaya, calon jamaah diharapkan dapat segera melunasi pembayaran dan menyiapkan diri.
Selain soal percepatan penetapan biaya, pemerintah juga berkomitmen untuk menekan BPIH 2026. Irfan mengungkapkan, ada arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto agar biaya haji bisa lebih terjangkau.
“Ya pada prinsipnya terkait dengan BPIH karena sesuai dengan perintah Presiden, kami berharap bisa bareng-bareng bahas dengan DPR itu bisa menurunkan BPIH,” kata Irfan.
Ia menyebut ada sekitar 10 komponen pengadaan barang dan jasa, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang perlu dievaluasi. Sejumlah komponen diduga mengalami kebocoran sehingga membuat biaya haji membengkak. Kementerian berkomitmen menyisir satu per satu aspek pengeluaran untuk memastikan efisiensi.
Isu pemerataan kuota haji juga menjadi perhatian. Selama ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ketidaksesuaian dalam pembagian kuota per provinsi. Irfan menekankan, pembagian kuota harus mengacu pada daftar tunggu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
“Penetapan kuota harus merujuk daftar tunggu, agar prinsip keadilan bisa ditegakkan. Ke depan, tidak ada lagi daerah yang antre sampai 48 tahun, semuanya akan setara menunggu 26 tahun,” jelasnya.
Sementara itu, untuk jalur haji khusus, pemerintah tetap mempertahankan proporsi delapan persen dari total kuota nasional. Irfan menegaskan, meski disebut “khusus”, jamaah tetap tidak bisa langsung berangkat. “Tetap harus mengikuti antrean, paling lama sekitar lima tahun,” tegasnya.
Pemerintah bersama DPR RI berkomitmen memperbaiki tata kelola haji agar lebih transparan, adil, dan akuntabel. Selain menjamin efisiensi biaya, langkah tersebut juga ditujukan agar calon jamaah dari seluruh daerah memiliki kesempatan yang setara dalam menunaikan ibadah haji. []
Diyan Febriana Citra.