QUITO — Gelombang kemarahan sosial di Ekuador kian bergejolak. Serangan terhadap iring-iringan mobil Presiden Daniel Noboa pada Selasa (07/10/2025) menjadi puncak dari ketegangan yang selama berminggu-minggu mengoyak stabilitas negara itu. Noboa dilaporkan selamat tanpa luka setelah rombongannya diserang kelompok demonstran saat meresmikan instalasi pengolahan air di wilayah tengah Ekuador.
Insiden itu memperlihatkan bagaimana protes terhadap kebijakan ekonomi pemerintah berubah menjadi ledakan sosial yang mengancam keamanan nasional. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Ines Manzano, sekitar 500 orang menghadang konvoi presiden.
“Saat itu sekitar 500 orang datang dan melempari batu ke arah presiden. Kami juga menemukan bekas peluru di mobilnya,” ujarnya.
Dalam video yang dirilis pemerintah, tampak kerumunan demonstran membawa bendera sambil menumpuk batu dan bata besar di tengah jalan. Saat mobil SUV kepresidenan melintas, terdengar suara keras proyektil menghantam bodi kendaraan hingga kaca depan retak. Dari dalam mobil, suara panik terdengar, “Kepala tertunduk!” sebelum kendaraan melaju cepat meninggalkan lokasi, sebagaimana dilaporkan AFP pada Rabu (08/10/2025).
Pihak berwenang kini tengah menyelidiki sumber benturan pada Chevrolet Suburban lapis baja yang ditumpangi Noboa, apakah berasal dari tembakan atau proyektil lain. Namun, insiden tersebut menambah tekanan besar terhadap pemerintahan yang baru beberapa bulan dilantik itu.
Gelombang unjuk rasa meletus menyusul keputusan Noboa untuk menaikkan harga bahan bakar solar dan memangkas subsidi energi. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menghemat sekitar 1 miliar dollar AS, yang rencananya dialihkan guna memperkuat sektor keamanan dan pemberantasan narkotika. Namun, langkah itu memicu kemarahan publik, terutama dari kalangan masyarakat Pribumi dan buruh transportasi yang bergantung pada bahan bakar bersubsidi.
Aksi protes meluas ke berbagai wilayah, disertai pemblokiran jalan, mogok kerja, dan penyanderaan 16 tentara yang kemudian dibebaskan tanpa cedera. Satu orang demonstran dilaporkan tewas, sementara lebih dari seratus lainnya luka-luka dalam bentrokan dengan aparat keamanan.
Ekuador, yang dulu dikenal sebagai negara relatif aman di kawasan Amerika Latin, kini terperangkap dalam spiral kekerasan dan perang antar geng narkoba. Letaknya yang strategis di antara Kolombia dan Peru dua produsen kokain terbesar dunia menjadikannya jalur utama penyelundupan narkotika. Pemerintah menuding jaringan kriminal memanfaatkan gejolak sosial untuk memperluas pengaruh dan memperkeruh situasi politik.
Sekitar 70 persen pasokan kokain dunia diyakini melewati Ekuador menuju Amerika Serikat. Ketegangan yang meningkat membuat Noboa mengusulkan referendum nasional untuk mengizinkan kembali kehadiran pasukan Amerika Serikat di Ekuador, mencabut larangan atas pangkalan militer asing yang berlaku sejak 2009.
Serangan terhadap iring-iringan Noboa menjadi simbol rapuhnya kendali negara di tengah krisis sosial dan ancaman kriminal transnasional. Pemerintah kini berada di persimpangan: menenangkan kemarahan rakyat atau memperkeras kebijakan keamanan demi mempertahankan kekuasaan. []
Diyan Febriana Citra.