HOUSTON – Harga minyak global kembali merosot setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas di Jalur Gaza. Sentimen pasar yang sebelumnya dipicu kekhawatiran konflik berkepanjangan di Timur Tengah kini mulai mereda, mendorong harga minyak mentah dunia turun cukup signifikan.
Berdasarkan data perdagangan, minyak Brent untuk pengiriman Desember turun 1,6% atau sebesar 1,03 dolar AS menjadi 65,22 dolar AS per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat melemah 1,7% atau 1,04 dolar AS ke posisi 61,51 dolar AS per barel.
Kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani kedua pihak mencakup penghentian serangan, penarikan sebagian pasukan Israel dari wilayah Gaza, serta pembebasan seluruh sandera yang ditahan sejak awal konflik. Perjanjian ini merupakan langkah pertama dari rencana perdamaian yang digagas Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang berupaya mengakhiri ketegangan berkepanjangan di kawasan tersebut.
Kepala ekonom Rystad Energy, Claudio Galimberti, menyebutkan bahwa perjanjian ini bisa menjadi momen penting bagi stabilitas Timur Tengah.
“Kesepakatan ini merupakan terobosan besar dalam sejarah Timur Tengah baru-baru ini. Implikasinya terhadap pasar minyak bisa luas, mulai dari kemungkinan berkurangnya serangan Houthi di Laut Merah hingga meningkatnya peluang tercapainya kesepakatan nuklir dengan Iran,” ujarnya, dikutip dari Reuters, Jumat (10/10/2025).
Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya memutuskan untuk menaikkan produksi minyak pada November, meski dalam jumlah lebih kecil dari perkiraan pasar. Keputusan itu dinilai mampu menenangkan kekhawatiran investor akan potensi kelebihan pasokan global.
Sebelumnya, harga minyak sempat mengalami kenaikan sekitar 1% pada Rabu (08/10/2025) setelah investor menilai proses perdamaian Ukraina berjalan lambat, yang berarti sanksi terhadap Rusia eksportir minyak terbesar kedua di dunia masih akan berlanjut.
Dari Amerika Serikat, kondisi politik domestik juga turut memberi tekanan pada pasar energi. Rancangan undang-undang pendanaan pemerintah belum memperoleh dukungan mayoritas di Senat. Ketidakpastian tersebut menimbulkan kekhawatiran akan shutdown pemerintahan yang bisa memperlambat perekonomian dan menekan permintaan minyak.
Dalam ranah diplomasi internasional, Perdana Menteri India Narendra Modi mengonfirmasi telah berbicara dengan Presiden Trump untuk membahas kemajuan negosiasi perdagangan kedua negara. Trump sebelumnya mengenakan tarif tinggi pada sebagian besar ekspor India sebagai respons terhadap pembelian minyak Rusia oleh New Delhi.
Selain itu, Washington juga memperluas sanksi terhadap sekitar 100 individu, entitas, dan kapal, termasuk kilang independen serta terminal China yang diduga membantu perdagangan minyak dan petrokimia Iran. Langkah ini memperlihatkan bahwa geopolitik masih menjadi faktor utama yang membentuk arah pasar energi global. []
Diyan Febriana Citra.