Bahlil Kirim Tim ke India, Pelajari Formula PLTS Murah

Bahlil Kirim Tim ke India, Pelajari Formula PLTS Murah

JAKARTA — Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah strategis untuk mempercepat transisi energi bersih melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di seluruh wilayah tanah air. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim tim khusus ke India untuk mempelajari model pembangunan PLTS berbiaya rendah yang mampu menghasilkan listrik hanya sekitar 3 sen dolar AS per kilowatt-jam (kWh).

“Saya lagi mengirim tim untuk mengecek di sana, kalau itu benar (hanya 3 sen per kWh), maka saya pikir ini sebuah hal yang juga bisa kita lakukan,” ujar Bahlil dalam forum Indonesia International Sustainability Forum di Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menekan biaya produksi listrik dari energi surya, yang saat ini masih berkisar antara 6 hingga 8 sen per kWh di Indonesia. Melalui studi banding tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengadopsi teknologi dan sistem pembiayaan yang membuat India mampu menghadirkan listrik terbarukan dengan harga jauh lebih murah.

Bahlil menjelaskan, proyek serupa akan menjadi dasar bagi program pembangunan PLTS di setiap desa dengan kapasitas 1–1,5 megawatt (MW).

“Hitungannya sudah hampir final, sekarang masih di angka 6–8 sen (per kWh), tetapi di India, saya baca, ada pembangunan PLTS 220 MW dengan biaya hanya 3 sen (per kWh),” katanya.

Menurutnya, proyek besar ini akan menjadi pendorong utama dalam mewujudkan target pengembangan PLTS nasional hingga 80–100 gigawatt (GW). Pemerintah juga sedang menyiapkan desain besar untuk PLTS 100 GW yang terintegrasi dengan program Kopdes Merah Putih, sebuah inisiatif untuk memperkuat pasokan listrik di desa-desa terpencil.

Selain memperluas akses energi bersih, pengembangan PLTS juga diharapkan membuka peluang industri baru, terutama sektor baterai listrik. Bahlil menuturkan bahwa kebutuhan baterai di dalam negeri hingga tahun 2034 diperkirakan mencapai 392 gigawatt hour (GWh). Jumlah itu mencakup kebutuhan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, kendaraan listrik roda dua dan empat, serta potensi ekspor energi.

“Pasar domestik saja sudah besar. Kalau kita mampu memproduksi sendiri, ini bisa jadi industri masa depan,” ujar Bahlil.

Secara global, pasar baterai kendaraan listrik diperkirakan mencapai 500 miliar dolar AS pada 2030, dengan potensi pasar internasional sekitar 3.500 GWh. Bahlil menilai bahwa dengan memanfaatkan peluang ini, Indonesia tidak hanya akan menjadi konsumen energi bersih, tetapi juga pemain penting dalam rantai pasok energi hijau dunia. []

Diyan Febriana Citra.

Nasional