JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi munculnya fenomena La Nina pada akhir 2025 hingga awal 2026. Meski diprakirakan berintensitas lemah, fenomena iklim global tersebut tetap berpotensi memicu peningkatan curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa La Nina merupakan gejala pendinginan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. Perubahan suhu laut ini berpengaruh besar terhadap sistem cuaca dunia, termasuk pola hujan di kawasan tropis seperti Indonesia.
“BMKG memprediksi La Nina akan terjadi pada akhir tahun 2025 hingga awal 2026 dengan intensitas lemah (potensi 50–70 persen). Meski tergolong lemah, dampaknya tetap signifikan,” ujar Guswanto kepada wartawan, Sabtu (11/10/2025).
Menurut dia, peningkatan curah hujan akibat La Nina bisa memicu berbagai bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang, terutama di wilayah perkotaan dengan sistem drainase yang belum optimal.
“Jakarta termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap banjir saat La Nina terjadi. Beberapa faktor pemicunya curah hujan tinggi dan intensitas hujan yang meningkat, drainase kota yang belum optimal, permukaan tanah yang rendah dan dekat laut,” jelasnya.
BMKG mencatat bahwa awal musim hujan 2025/2026 akan berbeda-beda di setiap wilayah karena perbedaan Zona Musim (ZOM). Wilayah Sumatera dan Kalimantan diprediksi mulai memasuki musim hujan pada Agustus 2025, sementara puncak musim hujan nasional diperkirakan terjadi antara Desember 2025 hingga Januari 2026.
Beberapa daerah yang akan mengalami curah hujan tinggi pada periode tersebut meliputi Jawa bagian barat dan tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, sebagian besar Sulawesi Selatan, dan beberapa wilayah di Papua.
“BMKG juga mencatat bahwa kondisi iklim global seperti La Nina lemah dan Indian Ocean Dipole negatif dapat memperkuat intensitas hujan di beberapa wilayah,” tambah Guswanto.
BMKG mengimbau agar masyarakat dan pemerintah daerah mulai melakukan langkah antisipasi menghadapi potensi cuaca ekstrem. Pembersihan saluran air, penguatan tanggul, serta kesiapsiagaan peralatan evakuasi dinilai penting untuk mengurangi risiko bencana.
Selain itu, masyarakat di daerah rawan longsor diimbau lebih waspada terhadap perubahan cuaca ekstrem yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Guswanto menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor agar dampak La Nina yang akan datang dapat diminimalkan.
Fenomena La Nina lemah ini menjadi pengingat bahwa meski intensitasnya tidak besar, pengaruhnya terhadap cuaca Indonesia tetap signifikan terutama bagi wilayah dengan infrastruktur pengendalian banjir yang terbatas. []
Diyan Febriana Citra.