JAKARTA — Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan praktik korupsi dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 terus berlanjut. Lembaga antirasuah itu kini memusatkan perhatian pada jejak aliran dana dan dugaan penyimpangan kuota yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk kalangan pejabat Kementerian Agama (Kemenag) dan pengelola travel haji swasta.
Pada Selasa (14/10/2025), KPK memanggil dua petinggi Koperasi AMPHURI Bangkit Melayani (Koperasi ABM) untuk dimintai keterangan. Kedua saksi tersebut adalah Ketua Umum Koperasi ABM, Joko Asmoro, dan Bendahara, Fandi.
“Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia periode 2023–2024. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Keduanya tiba di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 09.50 WIB. Meskipun belum ada penjelasan resmi terkait materi pemeriksaan, sumber internal menyebutkan bahwa penyidik menyoroti komunikasi dan transaksi keuangan antara pihak koperasi, agen travel, serta pejabat yang diduga memiliki kewenangan dalam pembagian kuota.
KPK sebelumnya telah menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan, meskipun belum menetapkan tersangka. Sejumlah pihak juga telah dicegah ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang disebut-sebut mengetahui perubahan komposisi kuota tambahan tersebut.
Tim penyidik juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi strategis, seperti rumah pribadi Yaqut, kantor Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, hingga sejumlah kantor agen travel penyelenggara haji khusus.
Berdasarkan temuan awal, KPK menduga ada penyimpangan besar dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan tahun 2024. Sesuai aturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, seharusnya pembagian kuota ditetapkan 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 justru mengubah proporsi tersebut menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Perubahan kebijakan ini diduga menjadi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi. “KPK mendalami dugaan adanya aliran dana dan keuntungan tidak sah dalam penerbitan SK pembagian kuota haji tambahan tersebut,” tegas Budi.
Lembaga antirasuah itu menilai, skema pembagian kuota yang menyimpang tersebut menunjukkan adanya kemungkinan kolusi antara pejabat Kemenag dan sejumlah agen travel. Dari hasil perhitungan awal, potensi kerugian negara akibat praktik ini ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
KPK berkomitmen untuk menelusuri kasus ini secara menyeluruh dan memastikan seluruh pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya. “KPK akan mengusut kasus ini hingga tuntas,” tegas Budi.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik karena menyentuh sektor ibadah yang sangat sensitif dan berkaitan langsung dengan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan haji nasional. []
Diyan Febriana Citra.