JAKARTA — Polemik mengenai pencabutan izin empat tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap belum menemukan surat keputusan (SK) resmi yang menegaskan pencabutan izin tersebut. Padahal, pemerintah telah mengumumkan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) itu sejak Juni 2025 lalu.
Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, menyoroti ketidaksesuaian antara pernyataan publik pemerintah dan dokumen administratif yang seharusnya menyusul. Ia menegaskan bahwa hingga kini, pihaknya belum menerima salinan SK pencabutan izin dari instansi terkait.
“Sampai detik ini kami belum pernah lihat SK pencabutannya. Kami tanya ke Minerba, katanya di BKPM. Tanya BKPM, mereka bilang belum ada surat dari Minerba. Cek lagi, katanya sudah masuk suratnya dan sedang diproses,” ujar Dian di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).
Dian bahkan mencontohkan kondisi di Pulau Manuran, salah satu wilayah tambang yang disebut telah dicabut izinnya. Menurutnya, kondisi pulau tersebut sudah rusak parah akibat aktivitas tambang sebelumnya.
“Lihat yang merah-merah itu. Pulau Manuran yang kemarin dicabut di Raja Ampat, hampir habis pulaunya 70 persen,” kata Dian.
Meski aktivitas tambang kini disebut tidak berlangsung di lapangan, status hukum pencabutan izin masih belum jelas. KPK menilai situasi ini mencerminkan lemahnya koordinasi antarlembaga dan mengaburkan kepastian hukum bagi semua pihak, termasuk masyarakat adat setempat yang terdampak.
Dian menambahkan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan pihak yang berwenang mencabut izin, mengingat seluruh perizinan kini terintegrasi melalui sistem Online Single Submission (OSS). Namun, tanpa adanya SK resmi, langkah pemerintah untuk melindungi lingkungan Raja Ampat dari eksploitasi berlebihan masih diragukan keseriusannya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengumumkan bahwa pemerintah telah mencabut empat dari lima IUP di Raja Ampat. Satu perusahaan, yakni PT GAG Nikel, tetap diizinkan beroperasi.
“Bapak Presiden memutuskan, memperhatikan semua yang ada, dan mempertimbangkan secara komprehensif, bahwa empat IUP di luar Pulau Gag dicabut. Terhitung mulai hari ini, pemerintah telah mencabut empat IUP di Raja Ampat,” ujar Bahlil saat konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Juni 2025 lalu.
Bahlil menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan lingkungan, sebab sebagian wilayah konsesi tambang berada di dalam kawasan geopark Raja Ampat yang kini menjadi prioritas pelestarian.
“Sekalipun izin diberikan sebelum kawasan geopark ditetapkan, Bapak Presiden punya perhatian khusus agar Raja Ampat tetap menjadi destinasi wisata dunia,” kata Bahlil.
Namun hingga kini, publik belum melihat bentuk nyata dari keputusan yang diumumkan di tingkat nasional itu. Ketiadaan SK resmi membuat publik, termasuk lembaga pengawas, mempertanyakan transparansi dan komitmen pemerintah dalam menegakkan kebijakan lingkungan yang berkeadilan dan berkelanjutan. []
Diyan Febriana Citra.