JAKARTA – Fenomena mencairnya salju abadi di Puncak Cartenz, Papua, menjadi simbol nyata semakin parahnya dampak krisis iklim global. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa salju di puncak tertinggi Indonesia itu akan benar-benar hilang pada tahun 2026 mendatang. Ia menegaskan, hilangnya salju abadi tersebut bukan sekadar isu lingkungan, melainkan peringatan serius bagi seluruh bangsa atas krisis iklim yang kian tak terbendung.
“Tahun 2026 dipastikan bahwa salju itu tidak pernah ada lagi,” ujar Hanif dalam pembukaan Indonesia Climate Change Forum (ICCF) III 2025 di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Hanif menceritakan bahwa ketika dirinya mendaki ke Cartenz pada 2023, masih terlihat sepertiga puncak gunung diselimuti salju. Namun, beberapa bulan terakhir, kondisi tersebut berubah drastis.
“Presiden Direktur Freeport Indonesia menyampaikan, ‘ini lho Pak Menteri kalau sampai daki lagi maka saljunya sudah tinggal di reruntuh-reruntuh saja’,” ujarnya menirukan laporan dari PT Freeport Indonesia (PTFI).
Fenomena ini, lanjut Hanif, menjadi bukti nyata bahwa bumi tengah mengalami kerusakan serius akibat perubahan iklim. “Alam menunjukkan hal yang tidak bisa kita tutup-tutupi. Ilmu pengetahuan mungkin boleh salah tetapi ilmu pengetahuan tidak boleh bohong,” tegasnya.
Menurut Hanif, meskipun berbagai negara, termasuk Indonesia, telah berupaya menurunkan emisi, langkah-langkah tersebut masih belum cukup untuk menahan laju perubahan iklim. Ia menyoroti kondisi lingkungan di kota besar seperti Jakarta yang kini menghadapi degradasi parah mulai dari udara yang kotor, air sungai yang tercemar, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.
Ia pun menyerukan agar seluruh pihak memperkuat kerja sama dan komitmen bersama dalam menghadapi tantangan iklim. “Apakah kita terlambat? Maka jawabannya tergantung pada diri kita sendiri,” ujarnya menutup pidatonya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menambahkan bahwa kondisi di Puncak Cartenz mencerminkan perubahan ekstrem iklim global. Ia memperkirakan salju abadi tersebut akan benar-benar menghilang dalam kurun waktu 12 hingga 18 bulan ke depan akibat peningkatan suhu bumi.
Menurut Eddy, situasi ini membantah narasi sebagian pihak di dunia yang masih meragukan keberadaan perubahan iklim. “Namun di lain pihak, kita justru melihat suhu udara yang meningkat, polusi udara yang memburuk, kemasan sampah yang menggunung, dan hujan tidak berhenti serta banjir di mana-mana justru di saat musim kemarau,” ucapnya.
Ia mengingat kembali masa kecilnya, ketika Pegunungan Cartenz dibanggakan karena memiliki salju abadi satu-satunya di kawasan tropis. “Ketika saya masih di sekolah dasar dibanggakan sebagai pegunungan dengan salju abadinya. Dibandingkan era tahun 70-an dengan saat ini, salju abadi di pegunungan Cartenz tersisa hanya 5%,” ujarnya.
Kondisi tersebut kini menjadi pengingat bahwa perubahan iklim bukan lagi isu masa depan, melainkan kenyataan yang tengah terjadi di hadapan mata. []
Diyan Febriana Citra.

