JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan komitmennya menuntaskan kasus-kasus korupsi di sektor pembangunan infrastruktur daerah. Terbaru, lembaga antirasuah itu menyatakan penyidikan terhadap eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Obaja Putra Ginting, telah selesai atau berstatus P21.
Tak hanya Topan, penyidikan juga rampung untuk dua pejabat lain, yakni Rasuli Efendi Siregar, mantan Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), serta Heliyanto, PPK Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut. Ketiganya merupakan penerima suap dalam proyek pembangunan dan preservasi jalan yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa seluruh berkas perkara telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU).
“Kemarin sudah tahap dua, yaitu pelimpahan dari penyidik KPK ke penuntut untuk para tersangka dan barang bukti. Artinya, penyidikan perkara ini berprogres sangat baik karena pihak pemberi juga sudah dalam tahap persidangan,” ujar Budi di Jakarta, Sabtu (25/10/2025).
Dua pihak swasta sebagai pemberi suap Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi dan Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang kini tengah diadili. KPK berharap rangkaian sidang dapat mengungkap lebih luas jaringan suap proyek jalan tersebut.
“Harapannya, proses persidangan terhadap seluruh pihak dapat berjalan lancar. KPK akan mencermati fakta-fakta di persidangan untuk analisis dan pengembangan lebih lanjut,” tambah Budi.
Dalam proses penyidikan, tim KPK menemukan sejumlah barang bukti signifikan. Dari penggeledahan rumah Topan Ginting di Medan, penyidik menyita dua pucuk senjata api dan uang tunai sekitar Rp 2,8 miliar. KPK juga menelusuri dugaan penerimaan janji fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak swasta yang memenangkan proyek senilai total Rp 231,8 miliar.
Proyek tersebut meliputi pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp 96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.
Sebagian dana, sekitar Rp 2 miliar, disebut telah ditarik kembali oleh pemberi suap untuk dibagikan kepada sejumlah pejabat.
KPK menegaskan, penyelesaian perkara ini bukan akhir dari penyelidikan. Lembaga tersebut akan terus menelusuri aliran dana, struktur perintah, dan pihak lain yang mungkin ikut menikmati keuntungan dari proyek-proyek infrastruktur di Sumut.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa praktik korupsi dalam proyek pembangunan masih menjadi tantangan besar bagi tata kelola pemerintahan daerah, terutama di sektor yang seharusnya menopang konektivitas dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. []
Diyan Febriana Citra.

