JAKARTA — Upaya hukum yang diajukan aktivis sekaligus admin Aliansi Mahasiswa Penggugat, Khariq Anhar, untuk menggugat penetapan status tersangkanya kandas di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Hakim tunggal Sulistyo Muhamad Dwi Putro menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Khariq terkait kasus dugaan penghasutan dalam demonstrasi 25–30 Agustus 2025.
“Mengadili, satu, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Hakim Sulistyo dalam sidang putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan penetapan tersangka dan tindakan penyitaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” lanjut Sulistyo.
Permohonan praperadilan yang diajukan Khariq tercatat dalam dua nomor perkara, yakni 131/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL dan 128/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Perkara pertama menyangkut sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan termohon Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Asep Edi Suheri. Sementara perkara kedua berkaitan dengan sah atau tidaknya tindakan penyitaan dengan termohon Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya.
Kuasa hukum Khariq sebelumnya meminta agar hakim memeriksa legalitas penetapan tersangka dan prosedur penyitaan barang bukti yang dilakukan penyidik. Namun, hakim menilai seluruh proses hukum tersebut telah dijalankan sesuai aturan. Dalam persidangan, hakim juga menjawab sejumlah permohonan dari tim kuasa hukum, termasuk permintaan perubahan lokasi sidang dan pemanggilan pihak termohon.
Kasus ini berawal dari penangkapan Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau (UNRI), di Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat (29/8/2025). Ia ditangkap aparat Polda Metro Jaya karena diduga menjadi penggerak utama aksi demonstrasi yang berlangsung pada 25–30 Agustus 2025. Setelah penangkapan, penyidik menetapkan Khariq sebagai tersangka dengan sangkaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dugaan penghasutan melalui media sosial.
Penolakan praperadilan ini memperkuat posisi hukum penyidik dalam menangani kasus yang menyita perhatian publik tersebut. Sementara itu, sejumlah kalangan mahasiswa dan organisasi hak asasi manusia sebelumnya menyerukan agar proses hukum terhadap Khariq dilakukan secara transparan dan adil. Mereka menilai, tindakan aparat terhadap aktivis kampus tidak boleh mengarah pada pembungkaman kebebasan berekspresi.
Meski begitu, hingga saat ini, pihak kepolisian menegaskan bahwa penetapan tersangka Khariq murni berdasarkan bukti hukum dan bukan karena aktivitasnya di dunia aktivisme. Kasus ini akan terus bergulir hingga proses persidangan pokok perkara dimulai dalam waktu dekat. []
Diyan Febriana Citra.

