Qatar Geram, Kesepakatan Damai Gaza Dilanggar Lagi

Qatar Geram, Kesepakatan Damai Gaza Dilanggar Lagi

Bagikan:

WASHINGTON — Ketegangan di Jalur Gaza kembali meningkat setelah terjadinya pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata yang telah berlaku sejak 10 Oktober 2025. Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, menyampaikan kekecewaan mendalam atas peristiwa tersebut dan menegaskan bahwa pihaknya segera berkoordinasi penuh dengan Amerika Serikat untuk mengembalikan stabilitas di wilayah konflik.

Dalam konferensi pers di Washington, Rabu (29/10/2025), Al-Thani menyebut bahwa selama masa gencatan senjata berlangsung, masih banyak pelanggaran terjadi, meskipun sebagian besar tidak dilaporkan karena dianggap kecil. Namun, pelanggaran terbaru pada Selasa (28/10/2025) disebutnya cukup serius dan berpotensi mengganggu seluruh proses perdamaian.

“Namun, pelanggaran kemarin, sejujurnya, sangat mengecewakan dan membuat frustrasi bagi kami. Kami berusaha untuk menahannya, dan kami segera memobilisasi koordinasi penuh dengan AS setelah kejadian ini,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa Amerika Serikat memiliki peran penting dalam memastikan semua pihak mematuhi kesepakatan yang telah dicapai.

“Kami melihat bahwa AS juga berkomitmen pada kesepakatan ini,” tambahnya.

Qatar selama ini menjadi mediator utama antara pihak Israel dan kelompok perlawanan Palestina, terutama Hamas, dalam berbagai upaya perdamaian. Namun, situasi kali ini menjadi ujian bagi diplomasi Doha di tengah meningkatnya korban sipil di Gaza.

Menurut Al-Thani, pelanggaran yang terjadi pada Selasa diduga berasal dari pihak Palestina, meski Hamas membantah tuduhan bahwa mereka melakukan serangan yang menewaskan seorang tentara Israel di kota Rafah, Gaza bagian selatan.

“Kami belum dapat memastikannya. Kami belum memiliki verifikasi apakah ini benar atau tidak,” katanya.

Meski demikian, Al-Thani menegaskan bahwa Qatar tetap fokus menjaga agar gencatan senjata tidak runtuh, karena keberlanjutan perjanjian tersebut menjadi kunci bagi stabilitas dan bantuan kemanusiaan di Gaza.

“Saya yakin apa yang terjadi kemarin merupakan pelanggaran. Namun, kedua pihak terlibat mengakui bahwa gencatan senjata tetap harus berjalan dan mereka harus mematuhi perjanjian tersebut,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sejak Selasa malam, lebih dari 100 warga Palestina, termasuk 46 anak-anak, tewas akibat serangan udara Israel yang kembali dilancarkan di berbagai wilayah Gaza. Sebanyak 253 orang lainnya mengalami luka-luka, di antaranya 78 anak-anak dan 84 perempuan.

Sejak kesepakatan gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober 2025, sedikitnya 211 warga Palestina dilaporkan tewas dan 597 lainnya luka-luka akibat pelanggaran berulang. Data kumulatif sejak Oktober 2023 menunjukkan korban jiwa telah mencapai lebih dari 68.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Pengeboman tanpa henti yang dilakukan Israel menjadikan Gaza semakin tidak layak huni, memperburuk krisis pangan, dan memicu penyebaran penyakit di wilayah yang kini diambang kehancuran total. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional