JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan fakta di balik harga murah gas elpiji 3 kilogram (kg) yang dinikmati masyarakat. Ia menyebut, harga tersebut sesungguhnya merupakan hasil intervensi fiskal melalui subsidi besar yang dianggarkan pemerintah setiap tahunnya.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu, Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah menanggung selisih cukup besar antara harga keekonomian dan harga jual di masyarakat.
“Selama ini pemerintah menanggung selisih harga keekonomian dan harga yang dibayarkan masyarakat melalui pemberian subsidi energi dan non energi,” ujarnya, dikutip Sabtu (01/11/2025).
Menurut dia, harga asli LPG 3 kg secara keekonomian mencapai Rp42.750 per tabung. Namun, harga yang dijual Pertamina kepada agen hanya Rp12.750 per tabung. Dengan demikian, ada subsidi sekitar Rp30.000 yang ditanggung negara untuk setiap tabung gas melon tersebut.
Kebijakan subsidi ini, lanjut Purbaya, tidak hanya berlaku untuk LPG 3 kg, tetapi juga untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar. Pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga energi agar daya beli masyarakat tetap terjaga, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Pantauan CNBC Indonesia pada 7 Oktober 2025 menunjukkan, harga jual LPG 3 kg di pangkalan resmi di Tangerang Selatan masih sesuai dengan ketetapan pemerintah, yakni Rp19.000 per tabung. Di Pangkalan LPG Ayanih, misalnya, harga tersebut tetap berlaku sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET). “(Harga LPG 3 kg) Rp19.000,” ujar penjaga pangkalan itu beberapa waktu lalu.
Namun, di tingkat pengecer, harga cenderung lebih tinggi karena adanya biaya distribusi tambahan. Di Toko Jejen, salah satu subpangkalan di wilayah yang sama, harga LPG 3 kg dijual Rp22.000 per tabung termasuk biaya pengantaran. “(Harga LPG 3 kg) Rp22.000, diantar,” kata penjaga toko tersebut.
Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan harga antara level pangkalan dan pengecer, yang menjadi tantangan tersendiri bagi pengawasan distribusi barang bersubsidi. Pemerintah diharapkan dapat memastikan agar subsidi energi benar-benar tepat sasaran dan tidak bocor ke kalangan yang tidak berhak.
Dengan beban subsidi energi yang terus meningkat, pengelolaan anggaran negara menjadi semakin krusial. Purbaya menekankan bahwa kebijakan subsidi tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara keadilan sosial dan ketahanan fiskal negara. []
Diyan Febriana Citra.

