GYEONGJU – Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Asia Timur, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu dalam pertemuan puncak pada Sabtu (01/11/2025) di Gyeongju. Agenda penting ini berlangsung di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) dan menjadi kunjungan pertama Presiden Xi ke Korea Selatan dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Pertemuan tersebut dipandang sebagai momen penting bagi Seoul untuk memperkuat diplomasi seimbang di antara dua kekuatan besar dunia Amerika Serikat dan China yang persaingannya kian memanas. Di satu sisi, China merupakan mitra dagang utama Korea Selatan, sementara di sisi lain, Seoul tetap berupaya mempertahankan aliansi keamanan tradisional dengan Amerika Serikat.
Menurut Juru Bicara Kepresidenan Korea Selatan Kang Yu-jung, agenda utama pembicaraan antara Lee dan Xi akan mencakup denuklirisasi di Semenanjung Korea, perdamaian kawasan, serta isu-isu ekonomi strategis yang berdampak langsung terhadap masyarakat kedua negara.
“Pertemuan Lee dan Xi juga akan membahas pelucutan senjata nuklir di Semenanjung Korea, perdamaian dan stabilitas kawasan, serta isu ekonomi yang berdampak pada kehidupan masyarakat,” ujar Kang, Jumat (31/10/2025).
Sejak awal masa pemerintahannya, Lee Jae Myung mengusung kebijakan “diplomasi pragmatis” dengan tujuan membangun hubungan Korea Selatan–China yang lebih seimbang dan berorientasi masa depan. Ia menilai, peran China sebagai pihak berpengaruh di kawasan sangat penting dalam menjaga stabilitas Semenanjung Korea yang masih sensitif terhadap isu nuklir dan militerisasi.
Dalam pertemuan kali ini, Lee diperkirakan akan mendorong Beijing untuk memainkan peran lebih konstruktif dalam menghidupkan kembali perundingan denuklirisasi yang telah terhenti sejak 2019. Pemerintah Korea Selatan berharap, dukungan China dapat menjadi jembatan menuju dialog baru antara Seoul dan Pyongyang.
Namun, upaya diplomatik itu tidak lepas dari tantangan. Korea Utara sejauh ini menolak tawaran Lee untuk berdialog, bahkan belum menanggapi ajakan Presiden AS Donald Trump untuk melakukan pembicaraan dengan pemimpin Korut Kim Jong-un.
Hubungan China dan Korea Selatan juga sempat mengalami ketegangan baru-baru ini, setelah Beijing menjatuhkan sanksi balasan terhadap lima anak perusahaan AS Hanwha Ocean, yang diduga bekerja sama dengan Washington dalam penyelidikan industri maritim China. Kebijakan itu menimbulkan kekhawatiran di Seoul karena perusahaan tersebut memiliki peran penting dalam proyek galangan kapal yang melibatkan Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Pertemuan Lee dan Xi berlangsung hanya dua hari setelah Lee bertemu Presiden AS Donald Trump, yang menghasilkan kesepakatan penurunan tarif dan izin penggunaan bahan bakar nuklir untuk proyek kapal selam bertenaga nuklir di Korea Selatan. Dengan dua pertemuan strategis ini, Seoul kini berusaha menegaskan posisinya sebagai mediator rasional di antara dua kekuatan besar dunia. []
Diyan Febriana Citra.

