CANBERRA – Perebutan status tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP31 PBB kian menunjukkan ketegangan diplomatik antara Australia dan Turkiye. Kedua negara sama-sama mengajukan diri sejak 2022, namun hingga kini belum ada kesepakatan siapa yang akan memegang peran penting menjadi tuan rumah pertemuan iklim global tersebut.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengungkapkan bahwa dirinya telah mengambil langkah diplomatik dengan mengirim surat langsung kepada Presiden Turkiye, Recep Tayyip Erdogan, demi mencari titik temu.
“Belum ada mekanisme yang benar-benar jelas untuk memutuskan hal ini. Saya telah menulis surat kepada Presiden Erdogan dari Turki, dan kami masih terus berkomunikasi,” ujar Albanese dalam wawancara dengan Sky News, Minggu (02/11/2025).
Ia menegaskan bahwa proses ini menjadi rumit karena belum tercapai konsensus di antara negara-negara anggota PBB. “Ketika ada dua kandidat, tentu tidak mudah. Namun, tawaran kami dilakukan bersama negara-negara Pasifik,” ujarnya.
Australia memperoleh dukungan kuat dari Pacific Islands Forum (PIF), blok diplomatik yang beranggotakan 18 negara di kawasan Pasifik. Dukungan tersebut muncul karena banyak negara pulau kecil menghadapi ancaman langsung akibat kenaikan permukaan laut.
“Kami ingin memastikan kepentingan negara-negara Pasifik terlindungi. Mereka sangat rentan terhadap perubahan iklim. Bagi negara seperti Tuvalu dan Kiribati, ini ancaman eksistensial terhadap kelangsungan hidup mereka,” kata Albanese menegaskan.
Sementara itu, Turkiye tetap berpegang pada argumentasi strategisnya. Pemerintah Ankara menilai bahwa posisi geografis di kawasan Mediterania lebih menguntungkan secara logistik, karena mengurangi emisi penerbangan para delegasi dari berbagai wilayah dunia. Selain itu, Turkiye juga menekankan bahwa industri minyak dan gasnya jauh lebih kecil dibandingkan Australia, sehingga lebih mencerminkan semangat transisi energi bersih.
Kebuntuan ini menjadi perhatian serius Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada Juli lalu, lembaga tersebut memberikan tenggat waktu hingga Juni 2026 bagi kedua negara agar segera mencapai kesepakatan. Berdasarkan mekanisme rotasi, tuan rumah COP31 harus dipilih dari blok Western Europe and Others Group (WEOG) dan disetujui secara bulat oleh seluruh 28 anggotanya.
Perebutan ini bukan sekadar soal lokasi, melainkan juga simbol pengaruh diplomatik dalam politik iklim global. Bagi Australia, menjadi tuan rumah COP31 akan memperkuat perannya di kawasan Pasifik dan menunjukkan komitmen terhadap aksi iklim. Sedangkan bagi Turkiye, kesempatan itu akan menegaskan posisinya sebagai jembatan antara Eropa dan Asia dalam menghadapi krisis iklim dunia. []
Diyan Febriana Citra.

