Fadli Zon: Soeharto Sudah Tiga Kali Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Fadli Zon: Soeharto Sudah Tiga Kali Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Bagikan:

JAKARTA — Pembahasan soal pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali menjadi sorotan publik setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkap bahwa nama Soeharto telah diusulkan sebanyak tiga kali.

“Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan, ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015,” ujar Fadli Zon seusai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (05/11/2025).

Menurut Fadli, proses pengusulan gelar pahlawan nasional dilakukan secara berjenjang dari tingkat daerah hingga pusat.

“Proses dari pengusulan pahlawan nasional ini adalah proses dari bawah, dari masyarakat, dari kabupaten, kota. Kemudian di sana ada tim peneliti yang terdiri dari para pakar dari berbagai latar belakang,” jelasnya.

Ia menambahkan, setelah melewati seleksi di tingkat daerah, usulan akan diteruskan ke pemerintah provinsi dan kemudian ke Kementerian Sosial untuk dinilai oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat (TP2GP).

“Setelah dari kabupaten, kota ke provinsi, di sana ada juga tim peneliti, akademisi, dan sejumlah tokoh yang menilai. Kemudian setelah itu kepada TP2GP di Kementerian Sosial,” sambungnya.

Sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli menegaskan bahwa Soeharto, bersama sejumlah tokoh lainnya, telah memenuhi syarat administratif dan historis untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional.

“Tentu dari kami, dari tim GTK ini, telah melakukan juga kajian, penelitian, rapat ya, sidang terkait hal ini. Jadi telah diseleksi tentu berdasarkan, kalau semuanya memenuhi syarat ya, jadi tidak ada yang tidak memenuhi syarat,” ujar Fadli.

Fadli juga menyinggung jasa Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang disebut menjadi salah satu tonggak pengakuan dunia terhadap eksistensi Republik Indonesia.

“Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia bisa diakui dunia. Karena Belanda waktu itu mengatakan Republik Indonesia sudah cease to exist, sudah tidak ada lagi,” kata Fadli.

Namun, di sisi lain, wacana pemberian gelar tersebut memunculkan gelombang penolakan dari masyarakat sipil. Sebanyak 500 aktivis dan akademisi menandatangani deklarasi menolak usulan tersebut di Kantor LBH Jakarta, Selasa (04/11/2025).

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai bahwa gelar pahlawan nasional untuk Soeharto tidak pantas diberikan karena catatan pelanggaran hak asasi manusia dan praktik korupsi selama masa pemerintahannya.

“Pemerintahan Soeharto selama 32 tahun dipenuhi berbagai pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Usman.

Ia juga menambahkan tiga alasan lain, yakni praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pemberangusan kebebasan berpendapat dan pers, serta ketimpangan sosial ekonomi yang tinggi di era Orde Baru.

“Yang ketiga, juga diikuti dengan pemberangusan kebebasan berpendapat, kebebasan pers sampai dengan kebebasan akademik. Dan yang terakhir adalah adanya ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi selama pemerintahan Soeharto,” tegasnya.

Polemik ini menunjukkan bahwa perdebatan tentang sosok Soeharto masih membelah opini publik antara pengakuan atas jasa masa perjuangan dan kritik terhadap warisan politik Orde Baru. Pemerintah kini dihadapkan pada dilema antara penghargaan historis dan tuntutan keadilan bagi korban masa lalu. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional