MOSKOW – Pemerintah Mesir mengambil langkah diplomatik penting dengan mengumumkan rencana penyelenggaraan konferensi internasional mengenai pemulihan dan rekonstruksi Jalur Gaza pada akhir November 2025. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari upaya Kairo untuk memperkuat stabilitas kawasan Timur Tengah setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas diberlakukan bulan lalu.
Rencana tersebut diungkapkan langsung oleh Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dalam percakapan telepon dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada Rabu (05/11/2025). Dalam pembicaraan itu, El-Sisi menyampaikan komitmen negaranya untuk menjadi tuan rumah forum internasional yang diharapkan dapat memobilisasi dukungan politik dan bantuan ekonomi bagi rakyat Palestina yang terdampak perang.
“Presiden juga menyampaikan niat Mesir untuk menjadi tuan rumah konferensi internasional mengenai pemulihan awal dan rekonstruksi Jalur Gaza pada akhir November 2025,” demikian pernyataan resmi dari kantor kepresidenan Mesir yang dikutip media setempat.
Langkah Mesir tersebut bukan kali pertama. Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Gaza, Kairo selama ini memainkan peran penting dalam proses mediasi antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Pemerintah Mesir juga berulang kali membuka jalur bantuan kemanusiaan melalui perlintasan Rafah, yang menjadi satu-satunya akses darat non-Israel bagi warga Palestina.
Konferensi yang akan datang diharapkan dapat mempertemukan berbagai negara dan lembaga internasional untuk membahas pembangunan kembali infrastruktur Gaza, termasuk perumahan, fasilitas kesehatan, dan sistem energi yang rusak akibat konflik.
Sebelumnya, pada 10 Oktober 2025, kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas resmi diberlakukan setelah melalui proses negosiasi panjang yang turut dimediasi Mesir. Berdasarkan perjanjian tersebut, Hamas harus membebaskan 20 sandera yang masih hidup dan telah ditahan di Jalur Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Israel juga membebaskan 1.718 tahanan Palestina dari Gaza dan 250 narapidana Palestina yang sebelumnya mendekam di berbagai penjara di wilayah Israel. Pertukaran tahanan ini menjadi simbol awal dari upaya rekonsiliasi dan langkah menuju proses damai yang lebih berkelanjutan.
Melalui konferensi rekonstruksi tersebut, Mesir berharap masyarakat internasional tidak hanya memberikan bantuan material, tetapi juga dukungan politik yang nyata untuk mewujudkan perdamaian jangka panjang di Palestina. Pemerintah Kairo menegaskan bahwa pemulihan Gaza bukan hanya tanggung jawab negara Arab, melainkan juga tugas moral bagi komunitas global.
Dengan posisi strategisnya dan pengalaman panjang sebagai mediator, Mesir kembali menunjukkan perannya sebagai penjaga stabilitas kawasan. Dunia kini menanti hasil nyata dari konferensi yang diharapkan menjadi awal bagi kebangkitan kembali Jalur Gaza setelah bertahun-tahun dilanda kehancuran akibat konflik. []
Diyan Febriana Citra.

