JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti maraknya praktik suap dan penyalahgunaan kewenangan di lingkungan pemerintah daerah. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus korupsi yang ditangani lembaganya melibatkan pejabat daerah, baik di eksekutif maupun legislatif.
“Sebanyak 51 persen perkara korupsi yang ditangani KPK berasal dari lingkungan pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif,” ujar Fitroh dalam kegiatan Kursus Pemantapan Pimpinan Daerah (KPPD) Gelombang II Tahun 2025 di Gedung Trigatra Lemhannas, Jakarta, Jumat (07/11/2025).
Berdasarkan data KPK, dari total 1.666 perkara yang telah ditangani, sebanyak 854 di antaranya melibatkan pejabat daerah. Angka ini, menurut Fitroh, menunjukkan bahwa korupsi di daerah masih menjadi tantangan besar dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Fenomena tersebut, lanjutnya, tidak lepas dari mahalnya biaya politik dalam proses pemilihan kepala daerah (pilkada). Kondisi ini sering kali membuat para kandidat bergantung pada dukungan pemodal yang pada akhirnya menuntut imbal balik berupa proyek atau kebijakan tertentu.
“Para kandidat sering terjebak dalam lingkaran pemodal, yang kemudian menuntut imbal balik berupa proyek. Inilah akar dari banyak kasus korupsi di daerah,” tegas Fitroh.
Ia menambahkan, praktik korupsi kerap bermula dari niat yang menyimpang, namun dibungkus dengan dalih kebutuhan politik atau kebiasaan permisif di lingkungan birokrasi. Karena itu, menurut Fitroh, upaya pencegahan korupsi harus dimulai dari kesadaran diri dan komitmen moral setiap pemimpin daerah.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan penindakan. Pencegahan harus tumbuh dari integritas dan tanggung jawab pribadi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas,” ujarnya.
KPK juga mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat sistem pengawasan internal serta meningkatkan transparansi pengelolaan anggaran publik. Fitroh menilai bahwa pemanfaatan teknologi digital seperti e-procurement, e-planning, dan e-audit menjadi langkah efektif dalam menutup celah praktik korupsi.
“Selain integritas, seorang pemimpin juga perlu memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Puncak kualitas seorang pemimpin adalah kebijaksanaan,” ucapnya menegaskan.
Melalui kegiatan pembinaan dan pelatihan di Lemhannas, KPK berharap para kepala daerah baru dapat memperkuat komitmen antikorupsi dan menjadikan tata kelola pemerintahan yang transparan sebagai pondasi utama dalam menjalankan amanah rakyat. []
Diyan Febriana Citra.

