BELEM – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat diplomasi iklim dengan memanfaatkan momentum Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 (COP30) di Belém, Brasil. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya peran delegasi Indonesia dalam memperjuangkan target ambisius pengurangan emisi sekaligus menarik minat investor global pada perdagangan karbon nasional.
“Kita memiliki 130-an negosiator yang akan berjuang di 13 agenda besar, di ruang-ruang adu diplomasi untuk merumuskan aksi iklim,” ujar Hanif Faisol Nurofiq di Belém, Brasil, Minggu (09/11/2025) waktu setempat.
Delegasi Indonesia datang dengan misi ganda: memperkuat posisi Indonesia sebagai negara berkomitmen pada transisi hijau dan membuka peluang investasi senilai triliunan rupiah di sektor karbon. Pemerintah menargetkan transaksi perdagangan karbon mencapai nilai Rp16 triliun selama konferensi berlangsung.
Menurut Hanif, perdagangan karbon akan difokuskan pada dua sektor utama, yaitu sektor alam dan sektor berbasis teknologi. “Terutama di sektor alam, yaitu forestry dan ocean. Kemudian di sektor tech-based dari sektor energi dan industri. Jadi dua sektor itu kita harapkan berkontribusi sampai di angka 90 juta ton CO2 dengan nilai transaksi kami perkirakan sampai Rp16 triliun,” jelasnya.
COP30 yang berlangsung dari 10 hingga 21 November 2025 ini menjadi ajang penting bagi Indonesia untuk menegaskan perannya sebagai salah satu negara dengan potensi besar dalam perdagangan karbon dunia. Selain memperjuangkan kepentingan nasional dalam negosiasi global, Indonesia juga menyiapkan strategi konkret untuk menggaet mitra internasional.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah membuka Pavilion Indonesia, yang akan menjadi etalase komitmen dan capaian Indonesia dalam pengelolaan lingkungan, energi terbarukan, serta perdagangan karbon. Di paviliun tersebut, akan digelar sesi khusus bertajuk Seller Meet Buyer (SMB) setiap hari selama konferensi berlangsung.
“Jadi di dalam prime time-nya kita menyiapkan kegiatan terkait dengan seller meet buyer. Ini diharapkan akan bisa mendulang potensi 90 juta ton CO2 sampai berakhirnya COP ini,” ungkap Hanif.
Melalui SMB, para calon penjual dan pembeli kredit karbon dapat bertemu langsung untuk menjajaki peluang kerja sama. Langkah ini diharapkan tidak hanya mempercepat realisasi transaksi karbon, tetapi juga memperkuat ekosistem investasi hijau di Indonesia.
Dengan pendekatan ini, Indonesia menunjukkan bahwa diplomasi iklim tidak hanya berhenti pada komitmen pengurangan emisi, tetapi juga berorientasi pada manfaat ekonomi berkelanjutan. Pemerintah berharap hasil dari COP30 dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan karbon global sekaligus mengakselerasi pencapaian target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. []
Diyan Febriana Citra.

