Toleransi Yang Terluka di Tanah Tolikara

Toleransi Yang Terluka di Tanah Tolikara

dibakar

PAPUABelasan kios, rumah, dan sebuah mushala di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, Jumat (17/7/2015) pagi dibakar massa. Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Kombes Patrige Renwarin yang dihubungi melalui telepon selulernya membenarkan kejadian ini.

Menurut Patrige, dari laporan yang diperoleh dari Kapolres Tolikara, kejadian berlangsung sekitar pukul 07.00 WIT. Saat itu, ratusan warga tiba-tiba berdatangan dari berbagai arah melempari mushala. Tak lama berselang, massa lalu membakar mushala dan beberapa rumah serta kios yang ada di sekitarnya.

Ratusan umat Muslim di Karubaga yang sedang melaksanakan shalat Id di Lapangan Koramil Tolikara terpaksa membubarkan diri karena takut menjadi sasaran amuk massa.  “Mereka mencari perlindungan di Markas Koramil Tolikara dan Pos Yonif 756,” ujar Patrige.

Pasca-aksi pembakaran, puluhan aparat gabungan kepolisian dibantu TNI berupaya membubarkan massa dengan melepas tembakan ke udara. Melihat kedatangan aparat, massa lalu mundur dan terlihat masih berkumpul di beberapa tempat.

Beberapa jam kemudian, situasi di Karubaga berangsur kondusif. “Saat ini, situasi sudah berangsur kondusif, aparat TNI-Polri sudah menghalau massa yang belum diketahui asalnya menjauh dari permukiman warga,” ungkap Patrige.

Patrige menjelaskan, untuk penanganan lebih lanjut, saat ini Kapolres Tolikara bersama jajaran Muspida Tolikara sudah berada di lokasi kejadian.  “Belum diketahui apakah ada korban jiwa dalam kejadian pagi tadi karena sebagian massa membawa senjata tajam. Kami juga masih menyelidiki pemicu aksi penyerangan ini,” pungkas Patrige.

Atas insiden tersebut, membuat Kapolri Badrodin Haiti mengerahkan personilnya di Papua untuk segera menuntaskan kasus ini. Menurut dia, Wakapolda Papua langsung turun ke lokasi kejadian. “Wakapolda langsung saya perintahkan ke sana. Saya berharap ini tidak berkembang,” ujar Badrodin saat usai mengunjungi rumah Senior PDIP, Megawati, Jumat (17/7).

Badrodin mengatakan, ia memberikan amanat kepada semua tokoh agama di sana untuk berkumpul dan membahas persoalan tersebut. Jangan sampai kesalah pahaman membuat perpecahan antar warga.

Badrodin sudah mengetahui inti persoalan terkait hal ini. Ia mengatakan, hal ini dipicu dari anggapan jemaat nasrani yang merasa terganggu dengan speaker masjid yang akan melakukan sholat ied.

Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum. Mereka meminta umat muslim untuk membubarkan kegiatan sholat ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Kelompok nasrani kemudian melempari masjid dengan api hingga kebakar.

Sementara di lokasi kerusuhan, dikabarkan tiga orang pelaku penyerangan warga yang tengah salat Idul Fitri di Karubaga mengalami luka tembak. Petugas terpaksa melumpuhkan mereka karena tak mengindahkan peringatan petugas.  “Para pelaku dalam jumlah besar bikin onar, bikin kacau,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Patridge Renwarin.

Petugas kepolisian yang mengamankan jalannya salat Idul Fitri awalnya sudah memberikan pemahaman. Petugas meminta massa yang mengancam akan menyerang jemaah salat Idul Fitri agar mengurungkan niatnya.

Namun bukannya menuruti apa yang katakan petugas, massa malah makin beringas. Massa malah membakar beberapa rumah dan kios yang ada. Petugas menurut Patridge sudah memberikan tembakan peringatan ke udara. Tapi tembakan tersebut tak membuat massa menyurutkan langkah. “Kami terpaksa melumpuhkan mereka, tiga orang terluka tembak,” ujar Patridge.

Mereka yang terluka ini sudah dibawa ke Jayapura untuk mendapatkan perawatan intensif. Puluhan orang tadi pagi mengancam akan menyerang warga yang tengah menjalankan salat Idul Fitri. Banyaknya penyerang yang datang membuat warga memilih menyelamatkan diri.

Pasca kejadian, Pemerintah Indonesia melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menggelar jumpa pers. Ia menilai penyebab kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua pada Jumat (17/7) pagi tadi disebabkan oleh pengeras suara (speaker).

JK menjelaskan, di daerah tersebut ada dua acara yang letaknya berdekatan yang digelar dari dua umat agama berbeda, Islam dan Kristen Protestan. “Ada acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal soal speaker itu,” ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.

Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan. “Satu Idul Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami,” kata JK.

Menurut dia, kedua belah pihak membutuhkan komunikasi yang lebih baik jika mau menggelar acara-acara serupa. Ia pun berharap kepolisian dan kepala daerah setempat bisa menyelesaikan masalah tersebut sesuai jalur hukum.

Sebelumnya, JK menyesalkan kerusuhan yang terjadi di Musala Baitul Mustaqin di Kabupaten Tolikara, Papua, yang terjadi pada pelaksanaan salat Idul Fitri 1436, Jumat (17/7) pagi tadi. “Iya, itu di Tolikara, saya sesalkan,” ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.

Ia menuturkan, kerusuhan itu berdampak pada rusaknya beberapa kios di sekitar musala yang rusak dilempari dan dibakar warga itu. Namun, ia mengaku yakin kepolisian dan pimpinan daerah setempat dapat menyelesaikan kerusuhan dengan baik.

yusuf kalla

Sebuah musala dibakar dan dilempari warga setempat Tolikara. Peristiwa bermula ketika umat Islam tengah melaksanakan salat Id di halaman Koramil 1702/JWY. Ketika imam mengucapkan kalimat takbir pertama, jemaah secara tiba-tiba didekati oleh beberapa orang. Teriakan orang-orang tersebut membuat jemaah bubar dan menyelamatkan diri ke markas Koramil.

Selang satu jam kemudian, orang-orang itu melempari Musala Baitul Mustaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian. Para penyerang itu lantas membakar rumah ibadah itu. Selain Musala Baitul Mustaqin, enam rumah dan sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu. Kabid Humas Polda Papua Komisaris Besar Patrige Renwarin mengatakan tidak ada korban jiwa dalam keruusuhan tersebut. “Tidak ada korban jiwa dari kelompok masyarakat yang Salat Id,” tuturnya.

Polisi menurut Kombes Patridge sudah mengidentifikasi kelompok penyerang. Penyelidikan tengah dilakukan untuk melakukan upaya hukum lanjutan. “Mereka yang melakukan penyerangan sudah teridentifikasi, sudah dikenali oleh anggota TNI/Polri,” ujar dia.

SURAT PEMBERITAHUAN

Sebuah surat pelarangan perayaan Idul Fitri di Tolikara muncul sebelum kasus pembakaran masjid terjadi, Jumat (17/7). Surat itu beredar dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) pada 11 Juli 2015 yang ditantangani Ketua GIDI Wilayah Toli, Pendeta Nayus Wenda.

Dalam surat itu, GIDI melarang tiga hal dilakukan di Tolikara, Wamena, Papua. Tiga hal tersebut adalah melarang pembukaan lebaran (Idul Fitri) yang jatuh pada hari ini, Jumat (17/7) di wilayah Kabupaten Tolikara (Karubaga), Wamena Papua. Kedua, GIDI hanya mengijinkan perayaan dilakukan di luar kabupaten Tolikara dan Jayapura.  Ketiga, umat muslim perempuan dilarang mengenakan jilbab di wilayah tersebut.

surat larangan
GIDI menyebutkan, tiga larangan itu didasarkan pada hasil seminar dan KKR pemuda GIDI tingkat internasional. Sehingga GIDI wilayah Toli membatalkan semua kegiatan yang bersifat mengundang umat besar. Mulai dari tingkat jemaat lokal, klasis atau pun dari yayasan dan lembaga-lembaga lainnya.

Selain itu, GIDI wilayah Toli juga melarang agama lain dan gereja denominasi lain untuk mendirikan tempat-tempat ibadah di kabupaten Tolikara. Selain pembakaran masjid, GIDI juga sudah menutup gereja Adven di Paido. Sehingga umat gereja Adven bergabung dengan GIDI. [] RPK/CI/KMP

Headlines Nasional