Penyimpangan Kuota Haji, KPK Akan Terbang ke Arab Saudi Kumpulkan Bukti

Penyimpangan Kuota Haji, KPK Akan Terbang ke Arab Saudi Kumpulkan Bukti

Bagikan:

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 dengan merencanakan pemeriksaan langsung ke Arab Saudi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dugaan penyimpangan dalam pembagian tambahan kuota jamaah haji reguler dan haji khusus.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pihaknya tengah menyiapkan tahapan pemeriksaan di lokasi, termasuk mengecek ketersediaan tempat dan akomodasi di sejumlah titik penting seperti Mina dan Arafah.

“Di perkaranya kuota haji ini mudah-mudahan kita bisa lebih cepat menanganinya, karena ada rencana juga kita harus mengecek ke lokasi,” ujar Asep di kantor KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan, pemeriksaan lapangan ini penting untuk memverifikasi dugaan adanya penyimpangan dalam pembagian tambahan 20 ribu kuota haji yang diterima Indonesia pada 2024. Dari total tambahan tersebut, 10 ribu dialokasikan untuk jamaah haji reguler dan 10 ribu lainnya untuk haji khusus.

“Karena apakah ada dari tambahan sebanyak 20 ribu yang 10 ribu untuk haji reguler dibagi seperti itu, kemudian 10 ribu haji khusus, itu ketersediaan tempat, kemudian juga akomodasi dan lain-lainnya apakah mencukupi atau tidak? Nanti kita juga akan melakukan pengecekan,” jelasnya.

Asep menegaskan bahwa dalam konteks ibadah haji, kapasitas lokasi di Arab Saudi tidak bisa ditambah secara sembarangan. “Karena seperti kita ketahui di muslim, kalau wukuf itu harus di Arafah, nggak bisa di tempat lain. Nah di situ, jadi di Mina kan gitu ya, di Mina ya. Kita wukuf itu di Mina, tidak di Mina. Harus di Mina seperti ini. Jadi nanti kita lihat apakah ada ketersediaan,” katanya.

Selain menelusuri soal akomodasi, KPK juga mendalami informasi terkait pengumpulan tarif dan biaya pengiriman barang yang diduga menjadi bagian dari praktik manipulatif dalam penyelenggaraan haji. Menurut Asep, perbedaan lokasi pemondokan jamaah berpengaruh pada besaran biaya dan fasilitas yang diterima.

“Makin dekat ke sana ke mari, itu transportasinya makin mudah, itu makin mahal. Kemudian menu makanan dan lain-lain itu makin mahal, makin bagus makin mahal. Kelayakan tempat dan lain-lain makin mahal,” tuturnya.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini mencuat setelah ditemukan adanya ketidaksesuaian pembagian tambahan kuota dengan ketentuan Undang-Undang Haji, yang menetapkan bahwa kuota haji khusus maksimal hanya delapan persen dari total kuota nasional. KPK menduga terjadi kongkalikong antara sejumlah pejabat Kementerian Agama dan biro perjalanan haji dalam pengelolaan tambahan kuota tersebut.

Lembaga antirasuah itu memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun. KPK juga telah menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai, kendaraan, dan properti yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. “Uang yang disita itu antara lain berasal dari pengembalian duit sejumlah biro travel,” ungkap Asep.

Hingga kini, KPK telah memeriksa lebih dari 300 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dari total 400 penyelenggara yang terdaftar. Lembaga tersebut menilai proses penyidikan sudah mencapai sekitar 70 persen dan masih terus dikembangkan untuk menjerat para pihak yang bertanggung jawab. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional