JAKARTA – Ahli forensik digital Rismon Sianipar menegaskan kesiapannya menghadiri pemeriksaan di Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Kamis (13/11/2025). Ia menyatakan sudah menerima surat panggilan resmi dari penyidik setelah ditetapkan sebagai tersangka.
“Benar, surat panggilan pemeriksaannya sudah saya terima,” ujar Rismon saat dikonfirmasi, Selasa (11/11/2025).
Rismon termasuk dalam delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik pada Jumat (07/11/2025). Dalam kasus ini, ia masuk dalam kelompok kedua bersama Roy Suryo dan Tifauzia Tyassuma (Dokter Tifa).
Meski menyandang status tersangka, Rismon menegaskan dirinya siap menjalani seluruh proses hukum secara terbuka. Ia mengaku telah memprediksi kemungkinan penahanan sejak awal melakukan penelitian terkait dokumen ijazah Jokowi.
“Itu risiko perjuangan (ditahan) yang sudah dikalkulasi sejak awal meneliti ijazah Jokowi,” ujarnya tenang.
Dalam pemeriksaan yang juga akan dihadiri oleh Roy Suryo dan Tifauzia Tyassuma, Rismon berencana membawa barang bukti teknis berupa program teknologi informasi (source code) yang ia klaim dapat membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan manipulasi terhadap dokumen elektronik.
“Dan besok saya akan bawa bukti tidak memanipulasi dokumen elektronik ijazah Jokowi, berupa source code program untuk melakukan pemrosesan citra digital secara algoritma, untuk membuktikan tidak ada pengeditan manual,” kata Rismon.
Ia juga berharap penyidik dapat membuka secara transparan hasil pemeriksaan forensik digital milik kepolisian terkait keaslian ijazah Jokowi. Menurutnya, pembuktian ilmiah harus dilakukan dua arah agar publik mengetahui kebenaran faktual.
“Ditunjukkan ijazah Jokowi analog dan simpulan forensik ya berikut dengan ditunjukkan pada bagian mana kami mengedit dokumen ijazah Jokowi,” tutur Rismon menegaskan.
Sebelumnya, penyidik menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, yang terbagi dalam dua klaster hukum.
-
Klaster pertama: Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rusam Effendi, dan Damai Hari Lubis. Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah, serta Pasal 160 KUHP dan sejumlah pasal dalam Undang-Undang ITE.
-
Klaster kedua: Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP, serta pasal-pasal berlapis dalam UU ITE, termasuk Pasal 32 Ayat (1) juncto Pasal 48 Ayat (1), Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat (1), dan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2).
Kasus ini menjadi sorotan karena menyinggung isu sensitif terkait keaslian dokumen negara dan penyebaran informasi di ruang digital. Polda Metro Jaya menegaskan proses penyidikan dilakukan dengan mengedepankan asas kehati-hatian serta pembuktian ilmiah.
Sementara itu, kalangan pemerhati hukum digital menilai kehadiran Rismon dan timnya di tahap pemeriksaan dapat menjadi momentum untuk membuka wacana publik mengenai batas tanggung jawab ilmuwan forensik digital dalam kasus sensitif yang menyangkut simbol negara. []
Diyan Febriana Citra.

