WASHINGTON — Setelah lebih dari enam minggu pemerintahan Amerika Serikat lumpuh akibat penutupan anggaran, Presiden Donald Trump dijadwalkan menandatangani Rancangan Undang-Undang (RUU) pendanaan sementara pada Rabu (12/11/2025) waktu setempat pukul 21.45 malam di Gedung Putih. Langkah ini diambil untuk mengakhiri shutdown terpanjang dalam sejarah Negeri Paman Sam.
Keputusan itu muncul setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS, yang kini dikendalikan Partai Republik, menyetujui langkah prosedural menuju pemungutan suara akhir dengan hasil 213–209 suara. Persetujuan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa kebuntuan antara DPR dan Senat segera berakhir.
RUU tersebut akan memulihkan layanan publik penting, seperti bantuan pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, membayar kembali ratusan ribu pegawai federal, serta menormalkan sistem lalu lintas udara yang sempat terganggu akibat penutupan pemerintahan.
Penutupan pemerintahan kali ini bermula dari perbedaan tajam antara Senat dan DPR mengenai perpanjangan subsidi asuransi kesehatan federal. Namun, delapan senator Demokrat akhirnya mendukung RUU pendanaan yang memperpanjang anggaran hingga 30 Januari, menambah beban utang nasional sekitar US$1,8 triliun per tahun, dengan total kini mencapai US$38 triliun.
“Saya merasa seperti sedang berada dalam episode Seinfeld kita sudah melewati 40 hari dan saya masih tidak tahu jalan ceritanya,” ujar anggota DPR Republik David Schweikert dari Arizona, menyinggung panjangnya perdebatan politik yang tidak kunjung selesai. Ia menambahkan, “Saya pikir ini hanya akan berlangsung 48 jam orang akan meluapkan emosinya, lalu kita kembali bekerja. Tapi sekarang, mengapa amarah menjadi kebijakan?”
Meski Senat tampak solid di bawah dukungan Trump, kubu Demokrat di DPR tetap menolak keras kesepakatan itu. Mereka menilai kompromi tersebut mengorbankan program kesejahteraan rakyat, termasuk subsidi kesehatan.
Dalam pidato perpisahannya, Mikie Sherrill, anggota DPR Demokrat yang baru terpilih sebagai Gubernur New Jersey, mengingatkan agar lembaga legislatif “tidak menjadi stempel merah bagi pemerintahan yang mencabut layanan dari rakyatnya.”
Survei Reuters/Ipsos menunjukkan 50% warga AS menyalahkan Partai Republik, sedangkan 47% menuding Partai Demokrat sebagai penyebab kebuntuan. Penutupan selama 42 hari ini telah menghambat berbagai sektor, termasuk penerbangan, layanan publik, dan aktivitas ekonomi.
Jika disetujui DPR, RUU ini akan segera disahkan oleh Trump dan menandai berakhirnya salah satu babak politik paling memecah belah di Washington. Selain membuka kembali pemerintahan, rancangan tersebut juga menyertakan perlindungan privasi baru bagi legislator serta mekanisme tuntutan hukum terhadap pelanggaran data pribadi oleh lembaga federal.
Dengan berakhirnya penutupan ini, fokus politik di AS kini bergeser pada isu transparansi pemerintahan dan tekanan untuk membuka dokumen kasus Jeffrey Epstein, yang sempat menjadi sorotan publik. []
Diyan Febriana Citra.

