Aksi Blokade Masyarakat Adat di COP30, Tuntut Hak dan Perlindungan Hutan Amazon

Aksi Blokade Masyarakat Adat di COP30, Tuntut Hak dan Perlindungan Hutan Amazon

Bagikan:

BELEM – Aksi protes masyarakat adat kembali mewarnai penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim PBB COP30 di Belem, Brasil, Jumat (14/11/2025). Untuk kedua kalinya dalam sepekan, kelompok adat menuntut perhatian dunia atas masalah yang mereka hadapi, khususnya terkait perlindungan hutan Amazon dan penegakan hak-hak atas wilayah adat.

Sekitar 60 pria dan perempuan dari komunitas adat berkumpul di pintu masuk utama arena konferensi. Mereka datang dengan pakaian tradisional dan penutup kepala khas, membentuk barikade manusia yang sempat menghentikan arus ribuan delegasi internasional yang akan memasuki lokasi pertemuan. Beberapa ibu juga terlihat menggendong bayi di tengah terik matahari, menegaskan bahwa perjuangan yang mereka bawa tidak hanya terkait dengan identitas budaya, tetapi juga keberlangsungan hidup generasi berikutnya.

Aksi yang berlangsung hampir dua jam ini membuat aparat keamanan meningkatkan kewaspadaan. Tentara bersenjata dan polisi militer ditempatkan di sekitar gerbang, meskipun PBB kemudian memastikan kepada seluruh peserta bahwa kondisi tetap aman. Demonstrasi sebelumnya juga terjadi pada Selasa (11/11/2025) ketika sejumlah aktivis adat sempat memasuki area konferensi dan berinteraksi dengan petugas keamanan.

Tuntutan utama para pengunjuk rasa adalah dialog terbuka dengan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan kesempatan untuk terlibat lebih jauh dalam proses negosiasi iklim.

“Ayo, Lula, tunjukkan dirimu!” teriak Alessandra Korap, salah satu pemimpin masyarakat adat. “Kami ingin didengar, kami juga ingin terlibat dalam negosiasi. Masalah kami sudah terlalu banyak,” ujarnya dikutip AFP.

Presiden COP30, Andre Correa do Lago, memilih meninggalkan agenda pagi demi menemui para demonstran. Dalam momen tersebut, ia tampak berinteraksi dengan para peserta aksi, bahkan menggendong seorang bayi yang mengenakan penutup kepala berbulu khas adat.

“Dialog kami sangat positif dan konstruktif,” ujarnya setelah pertemuan di aula terdekat, tempat masyarakat adat menampilkan nyanyian dan tarian tradisional.

Correa do Lago menegaskan bahwa pemerintah Brasil berkomitmen kuat memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. “Kami yakinkan bahwa pemerintah ini akan membela Anda,” katanya, menepis kekhawatiran bahwa hak-hak masyarakat adat terancam.

Kelompok yang memimpin aksi Jumat itu merupakan komunitas Munduruku. Mereka menyuarakan penolakan terhadap proyek jalur kereta api Ferrograo yang direncanakan membentang hampir 1.000 kilometer melintasi wilayah berhutan. Selain itu, mereka meminta percepatan penetapan batas wilayah adat yang selama ini dinilai berjalan sangat lambat. Sebuah spanduk besar bertuliskan “Memperjuangkan wilayah kami berarti memperjuangkan hidup kami” menjadi simbol tuntutan mereka.

Presiden Lula sebelumnya telah menyatakan dukungan terhadap pengakuan legal bagi wilayah adat dan berupaya menekan laju deforestasi. Namun langkah pemerintah membuka eksplorasi minyak di dekat muara Amazon pada Oktober lalu memicu kritik baru. Tokoh adat senior, Raoni, bahkan menegaskan bahwa ia ingin bertemu langsung dengan Lula untuk membahas eksplorasi minyak dan Ferrograo. “Kalau perlu, saya akan berbicara dengannya baik-baik,” katanya.

Setelah dua jam berlangsung, jalur masuk akhirnya dibuka kembali sehingga peserta KTT yang sempat tertahan dapat memasuki lokasi pertemuan. Penyelenggara memastikan bahwa sistem keamanan konferensi tetap berjalan normal, meskipun demonstrasi kali ini menjadi salah satu insiden yang jarang terjadi dalam sejarah KTT iklim PBB. Ketika ditanya kemungkinan penambahan pengamanan, Correa do Lago menjawab singkat, “Tidak perlu. Itu hanya insiden kecil.” []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional