Eks PM Bangladesh Hasina Dijatuhi Hukuman Mati atas Kasus Kemanusiaan

Eks PM Bangladesh Hasina Dijatuhi Hukuman Mati atas Kasus Kemanusiaan

Bagikan:

DHAKA – Pengadilan Kejahatan Internasional Bangladesh kembali menjadi pusat perhatian setelah mengeluarkan putusan paling kontroversial dalam sejarah politik negara itu. Pada Senin (17/11/2025), majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pemerintahannya dinilai bertanggung jawab atas tindakan keras terhadap demonstrasi mahasiswa yang mengguncang Bangladesh tahun lalu.

Sheikh Hasina, yang kini berusia 78 tahun, diadili secara in absentia. Ia disebut sebagai tokoh utama yang “mengorkestrasi penindasan terhadap demonstrasi massa”, sebuah rangkaian aksi yang menurut laporan resmi menewaskan sekitar 1.400 orang. Statusnya sebagai buronan membuat proses hukum berlangsung tanpa kehadirannya di ruang sidang.

Krisis politik yang mengemuka sejak pertengahan 2024 itu mencapai puncaknya ketika Hasina mengundurkan diri pada Agustus 2024 dan meninggalkan Bangladesh menuju India. Langkah tersebut diambil setelah kekerasan yang terjadi disebut sebagai yang paling mematikan sejak negara Asia Selatan itu memproklamasikan kemerdekaan lebih dari 50 tahun lalu.

Pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Muhammad Yunus terus mengambil langkah strategis dalam menata ulang sistem politik. Pada Sabtu (10/05), otoritas transisi resmi membekukan seluruh aktivitas Partai Liga Awami, partai yang dipimpin Hasina, hingga proses hukum terhadap para petinggi dan struktur partai tersebut tuntas. Kebijakan ini diumumkan oleh penasihat hukum Asif Nazrul usai rapat darurat Dewan Penasihat.

“Telah diputuskan untuk melarang semua aktivitas Partai Liga Awami, baik di dunia nyata maupun ruang digital, berdasarkan Undang-Undang Anti-Terorisme, hingga Mahkamah Pidana Internasional (ICT) menyelesaikan proses peradilan terhadap partai dan para pemimpinnya,” ujar Asif Nazrul.

Dalam rapat yang sama, dewan sepakat merevisi peraturan ICT untuk memungkinkan pengadilan terhadap entitas politik, termasuk afiliasi dan kelompok pendukung. Revisi ini menandai babak baru dalam upaya pemerintah transisi menindak organisasi yang dianggap terlibat dalam kekerasan politik.

Sebuah laporan tim pencari fakta PBB menyebutkan bahwa sekitar 1.400 orang tewas sepanjang Juli–Agustus tahun lalu, dengan 13 persen korban merupakan anak-anak. PBB menuding Hasina dan Liga Awami melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, Hasina bersikeras menolak tuduhan itu dan menyebut proses pengadilan bermotif politik.

Langkah hukum keras bukan hal baru di Bangladesh. Pada 2013, ICT juga menjatuhkan hukuman mati kepada sejumlah petinggi oposisi Bangladesh Nationalist Party (BNP) dan Bangladesh Jamaat-e-Islami atas dugaan kejahatan Perang Kemerdekaan 1971, meski keputusan itu menuai kecaman internasional karena dinilai tidak memenuhi standar hukum global. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional Kasus