Prabowo Setujui RUU KUHAP Jadi Undang-Undang

Prabowo Setujui RUU KUHAP Jadi Undang-Undang

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah akhirnya memastikan bahwa proses pembaruan hukum acara pidana memasuki babak baru setelah Presiden Prabowo Subianto menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang. Persetujuan itu ditegaskan Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang menyebut keputusan Presiden menjadi penanda penting penyempurnaan sistem peradilan pidana Indonesia.

Menurut Supratman, rumusan KUHAP terbaru dirancang sebagai jawaban atas berbagai perubahan sosial dan perkembangan teknologi yang telah menghimpit sistem peradilan pidana selama lebih dari empat dekade terakhir. Ia menilai pembaruan tersebut merupakan langkah strategis agar perangkat hukum Indonesia tetap relevan dan tidak tertinggal dari dinamika global.

“Kami mewakili Presiden menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat,” ujar Supratman ketika menyampaikan pandangan pemerintah dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, yang selama ini menjadi rujukan utama hukum acara pidana, lahir sebagai simbol kemandirian hukum Indonesia pasca lepas dari aturan kolonial. Namun, setelah lebih dari 40 tahun berjalan, undang-undang tersebut dinilai membutuhkan penyegaran karena tantangan baru terutama kejahatan lintas negara, perkembangan dunia digital, dan meningkatnya kebutuhan perlindungan HAM tidak lagi dapat tertampung oleh aturan lama.

“Kita menghadapi kejahatan lintas negara, kejahatan siber, serta meningkatnya tuntutan terhadap perlindungan hak asasi manusia,” kata Supratman.

Ia berharap, pembaruan KUHAP dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tegas bagi aparat, sekaligus perlindungan yang lebih kuat bagi warga negara.

Dalam Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026, DPR resmi menyetujui RUU KUHAP untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan itu diambil tanpa perdebatan berarti dan mendapat persetujuan seluruh peserta rapat.

“Apakah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang? Terima kasih,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani sebelum mengetuk palu sidang sebagai tanda pengesahan. Bila tidak ada perubahan, aturan baru tersebut direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, kemudian menyoroti berbagai informasi keliru yang beredar terkait isi KUHAP baru, terutama mengenai penyadapan dan kewenangan aparat. Ia menyatakan tegas bahwa tudingan yang menyebut polisi bisa menyadap atau membekukan tabungan tanpa izin pengadilan merupakan kabar bohong.

“Informasi tersebut di atas adalah hoaks, alias tidak benar sama sekali,” tegasnya.

Ia menjelaskan, Pasal 136 ayat (2) KUHAP baru justru mengatur bahwa mekanisme penyadapan akan diatur lebih rinci dalam undang-undang khusus mengenai penyadapan, yang pembahasannya dilakukan setelah pengesahan KUHAP. Mayoritas fraksi, kata dia, sepakat bahwa penyadapan harus mendapat izin pengadilan.

Selain itu, Pasal 140 ayat (2) menegaskan pemblokiran rekening maupun jejak digital tetap harus melalui izin hakim. Begitu pula penyitaan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 44, hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri.

Habiburokhman juga menggarisbawahi bahwa ketentuan mengenai penangkapan, penahanan, ataupun penggeledahan tidak berubah menjadi lebih longgar. Pasal 94 dan Pasal 99 disebut mengatur bahwa penangkapan wajib didukung paling sedikit dua alat bukti, sementara penahanan hanya dapat dilakukan bila seseorang mangkir dua kali dari panggilan, memberikan keterangan palsu, berupaya kabur, atau berpotensi mempengaruhi saksi.

“Sementara penggeledahan diatur Pasal 112 KUHAP baru bisa dilakukan atas izin Ketua Pengadilan Negeri,” jelasnya.

Ia mengimbau publik mengakses langsung dokumen resmi di laman DPR ataupun rekaman pembahasan di YouTube TV Parlemen agar tidak tersesat oleh hoaks.

“Jangan percaya dengan hoaks, KUHAP baru harus segera disahkan mengganti KUHAP lama yang tidak adil,” pungkasnya. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional