JAKARTA — Kekhawatiran mengenai meningkatnya kasus perundungan di lingkungan pendidikan kembali menjadi sorotan parlemen. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan keprihatinannya atas rangkaian insiden bullying yang terjadi di sejumlah sekolah dan meminta penanganan serius dari pemerintah maupun komisi terkait di DPR. Pernyataan itu ia sampaikan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Puan menegaskan bahwa perundungan di sekolah, baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi, tidak boleh dibiarkan menjadi pola berulang.
“Terkait kasus-kasus yang sekarang muncul, tentu saja kami dari DPR RI sangat prihatin bahwa tidak, jangan sampai terjadi dan terulang kejadian bullying yang ada di sekolah-sekolah di Indonesia, apakah itu di SD, SMP, SMA, bahkan di universitas,” ujar Puan.
Menurutnya, situasi saat ini telah mengarah pada kondisi darurat yang memerlukan langkah tegas. Ia menilai berulangnya insiden perundungan menunjukkan bahwa dunia pendidikan membutuhkan evaluasi menyeluruh.
“Ini merupakan satu hal yang tidak boleh terjadi dan kalau dikatakan ini darurat, saya bersama dengan pimpinan mungkin juga sudah mulai mengatakan ini sudah darurat karena sudah terjadi kembali dan terulang lagi,” kata Puan.
Ia mendorong agar komisi terkait memanggil kementerian untuk membahas upaya komprehensif dalam pencegahan perundungan. Keterlibatan pihak profesional seperti psikolog, psikiater, dan tenaga ahli lain dinilai penting untuk menghasilkan langkah pencegahan yang efektif.
“Jadi, tentu saja DPR akan meminta komisi terkait untuk memanggil kementerian terkait, untuk kemudian mengkaji dan mengevaluasi dan melibatkan pihak-pihak yang terkait dan mungkin juga melibatkan pihak profesional, psikolog atau psikiater atau ya pihak-pihak yang memang harus dilibatkan untuk mengkaji dan mengevaluasi, jangan sampai hal ini terjadi,” tuturnya.
Puan menegaskan bahwa masa depan generasi muda tidak boleh dirusak oleh praktik kekerasan antarpelajar.
“Karena pemuda-pemudi, pelajar, dan anak-anak Indonesia adalah generasi masa depan kita. Jadi, tidak ada yang diperbolehkan atau diperkenankan bahwa dari mereka kepada mereka untuk melakukan hal-hal yang kemudian membuat di antara mereka itu melakukan kekerasan, apakah itu kekerasan fisik, kekerasan mental, ataupun kekerasan jiwa,” imbuhnya.
Keprihatinan itu mencuat setelah meninggalnya seorang pelajar SMPN 19 Tangerang Selatan berinisial MH (13), yang menjadi korban perundungan dan mengalami luka fisik serta trauma mendalam. Setelah menjalani perawatan selama satu pekan di sebuah rumah sakit di Jakarta, MH meninggal dunia pada Minggu (16/11/2025) pagi. Kepolisian membenarkan kabar tersebut.
“Bapak Kapolres Tangerang Selatan (AKBP Victor Inkiriwang) menyampaikan turut berdukacita sedalam-dalamnya dan akan menangani perkara tersebut secara profesional,” kata Kasi Humas Polres Tangsel, AKP Agil.
Kasus ini kembali menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan edukasi anti-bullying di sekolah-sekolah, agar kejadian serupa tidak terus berulang. []
Diyan Febriana Citra.

