JAKARTA – Pemerintah kembali menegaskan pentingnya kesiapan birokrasi dalam menghadapi tantangan besar menuju Indonesia Emas 2045. Sejumlah megatren global seperti perubahan iklim, semakin ketatnya perebutan sumber daya alam, perkembangan teknologi yang kian disruptif, hingga urbanisasi dan pemanfaatan luar angkasa disebut sebagai faktor yang akan menentukan kemampuan negara dalam menjaga daya saingnya di tingkat internasional. Dalam konteks itulah, birokrasi dituntut bergerak lebih adaptif.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Rini Widyantini menegaskan bahwa pegawai aparatur negara harus mampu bekerja dengan pola pikir baru guna menyesuaikan diri terhadap dinamika global yang berubah cepat.
“Birokrasi Indonesia harus lincah, berpikir jauh ke depan, tapi juga siap untuk meninjau ulang kebijakannya. Tidak hanya itu, ASN ke depan juga harus mampu berpikir lintas batas, mengambil keputusan berbasis bukti, dan bekerja dengan dukungan big data yang terintegrasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (19/11/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan saat penandatanganan Kesepakatan Bersama Pengampu Sasaran dan Agenda Reformasi Birokrasi Nasional 2025–2029 di Jakarta, Selasa (18/11/2025). Kegiatan itu menjadi bagian dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2025–2045, fase penting yang menentukan keberhasilan Indonesia mencapai status negara maju.
Desain Besar Reformasi Birokrasi Nasional 2025–2045 disebut akan menjadi kerangka strategis yang memastikan kebijakan pemerintah dapat dilaksanakan secara cepat, akurat, dan berorientasi pada dampak. Perubahan yang telah dicapai dalam dua dekade terakhir menjadi fondasi untuk melangkah ke tahap berikutnya. Mulai dari penyederhanaan organisasi, penataan jabatan fungsional, peningkatan akuntabilitas kinerja melalui SAKIP, penguatan pelayanan publik, hingga percepatan digitalisasi pemerintahan lewat SPBE, yang kini telah diterapkan di 91% kementerian dan lembaga.
Menurut Rini, seluruh capaian ini menjadi bukti bahwa reformasi birokrasi adalah perjalanan panjang yang menghasilkan manfaat konkret. Namun, ia menegaskan bahwa fase selanjutnya menuntut pendekatan yang lebih berani.
“Kita harus bergerak dari business as usual menuju transformative governance yang berorientasi pada integrasi lintas sektor, partisipasi seluruh pemangku kepentingan, dan penciptaan nilai tambah bagi masyarakat,” ucapnya.
Rini juga kembali menekankan pentingnya kolaborasi. “Birokrasi yang berdampak dapat tercapai apabila kita dapat bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan nasional bersama. Apa yang kita kerjakan sesungguhnya bukan untuk kita sendiri, tetapi untuk masyarakat dan bangsa Indonesia,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan KemenPAN-RB Erwan Agus Purwanto menyampaikan bahwa kementerian dan lembaga telah menyepakati lima dokumen kerja bersama sebagai arah besar reformasi birokrasi periode 2025–2029. Dokumen tersebut menjadi bukti pendekatan kolaboratif yang diperkuat dengan tata kelola lintas sektor.
Erwan menegaskan bahwa kesepakatan ini juga merupakan simbol keterlibatan luas seluruh pemangku kepentingan. Reformasi birokrasi disebut bukan hanya agenda pemerintah pusat, tetapi juga agenda bersama yang memerlukan dukungan dunia usaha, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta pemerintah daerah sebagai mitra utama.
“Melalui penandatanganan ini, kita meneguhkan bahwa Reformasi Birokrasi Nasional bukan lagi agenda sektoral, melainkan agenda nasional bersama, yang memadukan kekuatan lintas pemangku kepentingan untuk mewujudkan birokrasi Indonesia yang lincah, berintegritas, dan melayani menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya. []
Diyan Febriana Citra.

