Agusriansyah Ridwan Tekankan Regulasi Kuat untuk Pendidikan

Agusriansyah Ridwan Tekankan Regulasi Kuat untuk Pendidikan

Bagikan:

PARLEMENTARIA – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, menekankan bahwa setiap perguruan tinggi harus memiliki struktur internal yang mampu menindaklanjuti berbagai laporan terkait kendala atau dugaan hambatan birokrasi yang dialami mahasiswa.

“Saya rasa di setiap kampus itu ada struktur, tentunya kalau ditemukan hal demikian harusnya segera dilaporkan kepada pimpinannya, jangan sampai terjadi,” ujarnya saat ditemui di Gedung B DPRD Provinsi Kaltim, pada Jumat (21/11/2025) malam.

Ia mengingatkan bahwa pembiaran terhadap masalah pelayanan akademik dapat menimbulkan kerugian besar bagi mahasiswa, baik secara administratif maupun psikologis. “Karena kalau dibiarkan, ini tentu akan sangat merugikan mahasiswa,” tuturnya.

Menurutnya, berbagai persoalan yang sebelumnya membebani mahasiswa dapat semakin berat apabila kampus tidak memastikan sistem layanan berjalan baik dan ramah terhadap kebutuhan mahasiswa. “Belum lagi persoalan lain yang membuat mereka terjadi mental heart, tentu peristiwa ini juga akan menambah lagi,” tambahnya.

Ia menilai mahasiswa saat ini tidak hanya menghadapi tekanan akademik, tetapi juga masalah di luar kampus yang kerap menjadi beban tersendiri. “Apalagi memang sekarang ini, di luar persoalan di kampus saja mungkin ya sudah punya persoalan, kalau ditambah lagi hal-hal demikian,” tegasnya.

Agusriansyah menekankan pentingnya verifikasi dan validasi terhadap setiap laporan agar penanganan dilakukan secara proporsional sesuai fakta dan mekanisme birokrasi di perguruan tinggi. “Cuma ini perlu diverifikasi dan divalidasi, apakah memang lebih baik datanya itu ditemukan seperti apa, aktivitas penghambatnya dan apa yang melatarbelakangi sehingga bisa kita proporsional dalam memberikan penilaian,” jelasnya.

Dirinya turut mengingatkan bahwa kampus sebagai lembaga pendidikan harus memastikan seluruh proses pelayanan dilakukan dengan mudah, cepat, dan tidak berbelit demi menjamin kenyamanan serta hak akademik mahasiswa. “Tapi pada prinsipnya tugas kampus, tugas kantor dalam hal sisi birokrasi itu harusnya memberikan kemudahan pelayanan terhadap mahasiswa, terhadap siapapun tentunya memberikan akses gitu,” tutupnya.

Selain itu, Agusriansyah menyoroti kendala distribusi anggaran pendidikan di perguruan tinggi swasta yang sebagian terhambat karena validitas rekening belum terpenuhi di beberapa kampus. “Seharusnya yang swasta juga sudah, tapi kan informasinya ada beberapa perguruan tinggi swasta yang rekeningnya katanya tidak valid,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa distribusi anggaran dilakukan berdasarkan satu Surat Keputusan (SK) untuk seluruh penerima, sehingga kendala administrasi di sebagian kampus swasta ikut berdampak pada kampus lain. “Karena ini kan memiliki satu SK dalam distribusinya, dalam penerimanya, sehingga itu menghambat yang lain,” katanya.

Agusriansyah menegaskan bahwa masalah tersebut seharusnya tidak menghambat kampus yang telah melengkapi seluruh persyaratan administrasi. “Seharusnya enggak demikian, harusnya dicari kebijakan,” tegasnya.

Ia mengungkapkan bahwa Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Karo Kesra) sebelumnya telah berjanji mengambil langkah percepatan pada Senin ini sesuai penyampaiannya dalam wawancara di TVRI. “Kemarin Karo Kesra berjanji sama saya bahwa Senin ini tadi harusnya sudah ada tindakan langkah yang diambil pada saat dia melakukan wawancara di TVRI,” jelasnya.

Legislator itu berharap langkah konkret segera dilakukan agar mahasiswa yang berkasnya lengkap tidak ikut dirugikan oleh persoalan administrasi di kampus lain. “Ya, mudah-mudahan ini sudah ada langkah, jangan sampai menyusahkan yang sudah lengkap berkasnya hanya karena persoalan,” harapnya.

Menurut Agusriansyah, proses distribusi tetap dapat berjalan sambil menunggu perbaikan dari kampus yang mengalami kendala teknis. “Itu kan bisa ditunda dulu, tapi harus diselesaikan yang ada,” tambahnya. Ia menegaskan pentingnya percepatan distribusi anggaran sebagai upaya menjaga dinamika dan keberlangsungan aktivitas akademik di kampus-kampus di Kalimantan Timur. “Jadi, harusnya sudah di distribusi cepat, karena ini dalam rangka untuk dinamisasi dalam rangka untuk eksistensi kampus,” ujarnya.

Agusriansyah menyoroti pula perlunya kebijakan bantuan pendidikan yang dibuat dengan analisis matang dan berbasis regulasi yang jelas. “Tentunya kalau harapan saya terhadap soal gratis full dalam sisi dunia pendidikan, bantuan keuangan ini untuk perguruan tinggi, ini betul-betul harus dianalisa,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut tidak bisa hanya berlandaskan keputusan teknis, melainkan wajib memiliki pijakan hukum yang kuat agar dapat dijalankan secara konsisten. “Harus betul-betul dipikirkan dalam perspektif regulasi, karena ini memang menurut saya harus dilandasi dalam bentuk peraturan daerah, yang kedua problematika-nya itu nanti tambah tinggi,” jelasnya.

Salah satu tantangan besar dalam program bantuan biaya kuliah, kata Agusriansyah, adalah kewajiban pembayaran UKT mahasiswa hingga semester delapan yang membutuhkan mekanisme keuangan tidak sederhana. “Karena yang harus menerima itu sudah sampai ke 8 semester,” ungkapnya. Ia mencontohkan perbedaan jadwal antara kebutuhan pembayaran UKT mahasiswa dan realisasi anggaran daerah. “Bayangkan saja, itu UKT sudah harus dibayar di Januari misalnya, sedangkan mata anggaran kita paling bisa realisasi misalnya paling cepat di Februari,” terangnya.

Ia menekankan bahwa kesenjangan waktu ini dapat menimbulkan hambatan serius bagi mahasiswa jika pola penyaluran tidak disusun lebih cepat dan efisien. “Ini sudah harus dipikirkan pemerintah juga agar supaya tidak terhambat lagi berbulan-bulan pembayaran UKT, atau misalnya mendahulukan lagi,” tegasnya.

DPRD Kaltim juga menyoroti ketidaksesuaian kuota bantuan UKT dengan daftar penerima yang telah diumumkan perguruan tinggi. “Persoalan lain yang muncul yang kami dapatkan adalah bahwa ternyata antara kuota yang diberikan itu tidak sama dengan yang didistribusi,” ujarnya. “Sedangkan kampus sudah mengumumkan untuk penerima UKT mahasiswa baru,” tegasnya.

Agusriansyah menyoroti aturan kepemilikan KTP tiga tahun yang dinilai tidak relevan bagi semua mahasiswa. “Ini juga harus dicari solusinya, termasuk persoalan 3 tahun memiliki KTP, sebagaimana kita ketahui mahasiswa itu tidak semuanya,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa pemerintah memiliki alternatif verifikasi tambahan melalui kartu keluarga. “Makanya katanya ada kebijakan melihat daripada kartu keluarga sekaligus menelusuri, apakah memang itu sudah menetap di Kaltim itu selama 3 tahun,” tambahnya.

Politisi PKS itu menilai ketidaksiapan regulasi maupun teknis pelaksanaan berpotensi menimbulkan masalah serius jika tidak segera dibenahi. “Tapi menurut saya ini perlu dipikirkan sebelum menjadi persoalan hukum dan permasalahan sosial terhadap persoalan gratis full,” tutup Agusriansyah.

Selain itu, pengawasan dan evaluasi terhadap program pendidikan gratis harus tetap menjadi prioritas agar keberlangsungannya tidak menimbulkan persoalan baru. “Program ini kan sangat baik, tetapi kalau tidak di-maintain dengan bagus, tidak dievaluasi hal-hal yang memang bisa memunculkan persoalan,” jelasnya. Ia menekankan bahwa isu penting tidak hanya soal memberi kesempatan kuliah, tetapi juga memastikan dampak nyata setelah lulus. “Ada yang lebih menarik, tidak hanya soal bagaimana orang bisa kuliah, tapi output outcome-nya, bagaimana lapangan pekerjaan mereka setelah lulus,” jelasnya.

Agusriansyah mengingatkan, pemerintah harus memastikan para lulusan tidak menambah pengangguran berpendidikan tinggi. “Jangan sampai menjadi pengangguran-pengangguran S1,” ungkapnya. Ia menilai penyesuaian program studi perlu dilakukan agar sejalan dengan kebutuhan pasar kerja 5–10 tahun ke depan. “Artinya, harus ada penyesuaian-penyesuaian jurusan yang memang sudah diidentifikasi, 5–10 tahun ke depan itu adalah yang dibutuhkan,” tambahnya.

Ia menambahkan, pemerintah daerah juga perlu menyiapkan kebijakan strategis untuk membekali mahasiswa menghadapi dunia kerja. “Selain daripada itu, adalah dibutuhkan pembekalan-pembekalan kepada mahasiswa ini atau kebijakan pemerintah daerah yang di dalamnya menganggarkan yang kaitannya dalam rangka lapangan pekerjaan anak muda,” tutupnya. []

Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

Bagikan:
Advertorial DPRD Kaltim