JAKARTA – Komisi VII DPR RI menyoroti pentingnya peran Badan Standardisasi Nasional (BSN) dalam menjaga kualitas produk yang beredar di pasar nasional. Dalam rapat kerja yang digelar di kompleks parlemen, Senin (24/11/2025), lembaga legislatif itu meminta BSN memperkuat pengawasan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai langkah strategis mencegah masuknya barang impor ilegal yang berpotensi mengganggu stabilitas pasar dalam negeri.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menekankan bahwa banjir produk murah berkualitas rendah dapat menurunkan nilai jual produk lokal yang sudah memenuhi standar. Ia menilai, ketika barang-barang yang tidak memenuhi SNI bebas beredar, industri nasional akan semakin sulit bersaing di pasar domestik.
“Ini kan masalahnya SNI, in the end ini kan daya saing yang kita bicarakan,” ujar Evita.
Evita menilai, fungsi BSN tidak hanya sebatas menyusun standar, tetapi juga memastikan masyarakat memahami pentingnya akreditasi dan sertifikasi. Menurutnya, edukasi mengenai SNI perlu dilakukan lebih masif, terutama di tengah keterbatasan anggaran sosialisasi tatap muka.
“Manfaatkan media sosial sekarang pak, anggaran kan nggak punya untuk sosialisasi langsung, manfaatkan medsos, bikin konten menarik, yang muda-muda di BSN suruh bikin konten-konten menarik,” katanya. Ia mencontohkan bagaimana konten kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran publik terhadap manfaat menggunakan produk berstandar nasional.
Dalam rapat yang sama, Komisi VII juga menyoroti perlunya sinkronisasi antara SNI Wajib dan skema akreditasi BSN, yang selama ini dinilai masih tumpang tindih dan menambah biaya bagi pelaku industri. Efisiensi proses sertifikasi dianggap penting agar dunia usaha tidak terbebani oleh persyaratan yang berulang.
Evita juga menekankan urgensi memperkuat pengawasan terhadap Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK). Menurut dia, keberadaan lembaga tanpa legalitas yang sah dapat merusak kepercayaan publik terhadap proses sertifikasi itu sendiri.
“Memperkuat pengawasan LPK untuk memastikan proses akreditasi dan standar layanan berjalan sesuai ketentuan, serta memberikan sanksi tegas kepada LPK yang beroperasi tanpa legalitas yang sah,” ujarnya.
Lebih jauh, Komisi VII meminta BSN menyusun rekomendasi tertulis terkait berbagai persoalan yang kerap muncul dalam penerapan SNI, mulai dari tumpang tindih regulasi, kesenjangan standar dengan negara lain, hingga hambatan yang dialami industri. Evita menilai dokumen tersebut penting untuk memastikan kebijakan standardisasi berjalan lebih terarah dan menyelesaikan persoalan di lapangan.
Tak hanya itu, pada poin kesimpulan, Komisi VII juga mendesak pemerintah segera menetapkan Kepala BSN secara definitif. Penetapan pimpinan lembaga dianggap perlu agar kebijakan standardisasi berjalan lebih stabil dan memiliki arah yang jelas.
Dengan penguatan peran BSN, Komisi VII berharap penerapan SNI dapat menjadi benteng bagi industri nasional sekaligus memastikan konsumen mendapatkan produk yang aman dan berkualitas. []
Diyan Febriana Citra.

