Rutan KPK Mulai Dipadati Jelang Pembebasan Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

Rutan KPK Mulai Dipadati Jelang Pembebasan Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

Bagikan:

JAKARAT – Upaya pembebasan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, bersama dua eks direksi lainnya Muhammad Yusuf Hadi dan Muhammad Adhi Caksono memasuki tahap akhir setelah pemerintah menerbitkan surat rehabilitasi. Ketiganya kini masih berada di Rutan Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tempat mereka menjalani penahanan terkait perkara dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara.

Pantauan pada Rabu (26/11/2025) pagi menunjukkan suasana Rutan KPK mulai dipadati oleh kuasa hukum ketiga mantan petinggi ASDP itu. Sekitar pukul 08.00 WIB, tim pengacara sudah tiba dan menunggu proses administrasi yang diperlukan sebelum para klien mereka keluar dari tahanan. Area depan pintu rutan tampak dijaga ketat, sementara awak media terus memantau perkembangan.

KPK memastikan bahwa proses pembebasan tidak dapat dilakukan sebelum lembaga antirasuah tersebut menerima dokumen resmi terkait rehabilitasi dari pemerintah.

“Pagi ini kami masih menunggu surat keputusan rehabilitasi tersebut, sebagai dasar proses pengeluaran dari Rutan,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo.

Surat keputusan rehabilitasi itu sebelumnya diumumkan oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, yang hadir bersama Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Sufmi Dasco menyampaikan bahwa rehabilitasi bagi ketiga mantan petinggi ASDP itu telah ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Dari hasil komunikasi dengan pemerintah, Alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi atas 3 nama tersebut,” ujarnya.

Menurut Dasco, keputusan tersebut diambil setelah pemerintah menampung masukan dari berbagai elemen masyarakat yang menilai proses hukum terhadap Ira dkk perlu dievaluasi.

“Kami menerima aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat. Kemudian kami melakukan kajian hukum terhadap perkara yang mulai dilakukan penyelidikan sejak Juli 2024,” katanya.

Perkara yang menjerat Ira Puspadewi dkk bermula dari dugaan penyimpangan dalam kerja sama usaha dan akuisisi kapal milik PT Jembatan Nusantara oleh ASDP. Dalam dakwaannya, KPK menyebut perbuatan ketiganya telah memperkaya pihak lain dan menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,27 triliun. Di Pengadilan Tipikor, majelis hakim secara mayoritas menyatakan Ira dkk bersalah, meski hakim juga menyebut ketiganya tidak menerima keuntungan pribadi dari proses tersebut.

Namun, terjadi perbedaan pendapat di antara majelis. Hakim Sunoto menyampaikan dissenting opinion dan menilai bahwa tindakan Ira dkk bukan merupakan tindak pidana, melainkan keputusan bisnis yang seharusnya dilindungi.

“Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan tidak terpenuhi secara meyakinkan,” kata Sunoto. Ia menegaskan bahwa keputusan akuisisi tersebut berada dalam lingkup business judgment rule. “Bahwa oleh karena itu, perbuatan para terdakwa terbukti dilakukan tapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana,” ujarnya.

Dengan kesimpulan itu, Sunoto berpendapat bahwa seharusnya Ira dkk dijatuhi putusan lepas. “Maka berdasarkan Pasal 191 ayat 2 KUHAP, para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag,” imbuhnya.

Meski demikian, suara mayoritas majelis hakim tetap menyatakan ketiganya bersalah, sehingga mereka divonis penjara. Dengan adanya keputusan rehabilitasi dari presiden, langkah berikutnya menjadi tanggung jawab KPK untuk menindaklanjuti prosedur pembebasan dari tahanan. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Hotnews Nasional