JAKARTA – Evaluasi pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) tingkat SMA/SMK sederajat kembali menyoroti tantangan besar dalam menjaga integritas asesmen pendidikan nasional. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, dalam rapat bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (26/11/2025), memaparkan rangkaian temuan yang dinilai mencerminkan lemahnya pengawasan di sejumlah titik ujian.
Mu’ti mengungkapkan bahwa pelanggaran paling banyak dalam penyelenggaraan TKA yang berlangsung pada 3–6 November 2025 adalah kebocoran soal melalui media sosial.
“Pelaksanaan tahun ini juga tidak terlepas dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan baik oleh peserta tes, maupun pengawas atau teknisi,” ujarnya. Temuan ini sekaligus menegaskan bahwa ekosistem pelaksanaan asesmen masih membutuhkan pembenahan sistematis di lapangan.
Dalam paparan visual yang ditampilkan selama rapat, terungkap bahwa distribusi soal secara ilegal terutama terjadi di grup WhatsApp. Selain itu, terdapat kasus pengawas yang melakukan siaran langsung ketika ujian sedang berlangsung serta membiarkan peserta membawa dan menggunakan gawai. Praktik tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap standar operasional yang telah ditetapkan Kemendikdasmen.
Meski berbagai persoalan tersebut mencuat, Mu’ti menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan langkah-langkah korektif. Ia menekankan komitmen kementerian dalam memperkuat tata kelola asesmen agar setiap pelaksanaan TKA dapat berlangsung lebih tertib dan berintegritas pada tahun-tahun mendatang.
“Meski demikian kami terus berupaya secara maksimal untuk menindaklanjuti temuan-temuan tersebut, agar pelaksanaan ke depan semakin lancar, efektif, dan akuntabel bagi seluruh peserta di seluruh daerah,” jelasnya.
Terkait tindakan tegas, Mendikdasmen memastikan bahwa tidak ada toleransi terhadap setiap bentuk kecurangan. Ia menyatakan bahwa para pelanggar akan dikenai sanksi berdasarkan bobot kesalahannya.
“Untuk itu Kemendikdasmen akan menindak tegas dan tidak menoleransi praktik-praktik kecurangan yang dilakukan dengan memberikan sanksi sesuai dengan pelanggarannya,” tegasnya.
Selain aspek penindakan, kementerian juga berfokus pada penguatan pemahaman publik mengenai tujuan dan manfaat TKA. Mu’ti menilai bahwa asesmen bukan hanya alat ukur akademik, tetapi juga sarana internalisasi nilai-nilai pendidikan.
“Selain itu secara khusus kami akan terus mensosialisasikan program TKA, dan menekankan pentingnya memiliki asesmen standar sebagai bagian dari sistem pendidikan yang dicita-citakan untuk anak-anak Indonesia,” katanya.
Ia berharap proses evaluasi ini dapat membentuk budaya kejujuran sebagai nilai dasar di lingkungan pendidikan. “Melalui upaya ini kami berharap TKA tidak hanya menjadi alat ukur pencapaian belajar, tetapi juga menjadi sarana menanamkan kesadaran akan nilai kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab sejak dini,” imbuhnya. []
Diyan Febriana Citra.

