PARLEMENTARIA — Penurunan anggaran fiskal Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyatakan adanya perdebatan dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) terkait pemangkasan anggaran dari Rp 21 triliun menjadi Rp 15 triliun, atau turun sekitar 29 persen secara umum, yang berpotensi memengaruhi program prioritas daerah.
“Yang menjadi perdebatan tadi adalah perubahan-perubahan yang mana yang didorong ada penurunan kalau di kita dari fiskalnya 21 triliun ke 15 triliun, berarti kan ada penurunan sekitar 29 persen tuh secara general,” ujar Hasanuddin saat ditemui usai rapat Banggar, Minggu (30/11/2025) malam.
Hasanuddin menekankan pentingnya menjaga program dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan UMKM agar tidak tersentuh pemangkasan. Ia menyoroti potensi dampak pemangkasan terhadap program gratis sekolah, jasa pelayanan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
“Menjadi pertanyaan kita yang mana yang dilepas, apakah itu mengganggu program gratis sekolah atau jaspol yang sudah kita programkan dan setujui, mempengaruhi terhadap indeks pembangunan manusia itu, pendidikan berkurang berapa persen,” jelasnya.
Menurut Hasanuddin, pergeseran anggaran sebaiknya diarahkan pada program yang belum mencapai standar Prosedur Minimal (SPM) agar tidak mengganggu pelayanan wajib bagi masyarakat. “Harapannya jangan ada pergeseran lah, lebih baik digeser itu yang dianggap belum menjadi standar Prosedur Minimal (SPM), yang menjadi penilaian pemerintah pusat,” ujarnya.
Evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dianggap penting untuk memastikan penyesuaian anggaran tidak menimbulkan tarik-ulur kebijakan. “Dari hasil ini nanti dievaluasi lagi Kemendagri, jangan sampai jadi coret lagi, temuin lagi, mundur lagi, balik lagi, makanya kita bicarakan itu tadi sebenarnya,” kata Hasanuddin.
Selain itu, Hasanuddin menekankan perlunya keterbukaan informasi mengenai pemerataan pembangunan di 10 kabupaten/kota Kaltim. Ia menyoroti ketidaksiapan daerah sebagai salah satu penyebab bantuan keuangan tidak merata. Beberapa daerah belum siap secara administrasi, regulasi, maupun prosedur, misalnya tidak mengajukan SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah).
“Biasanya itu kesiapan dari daerah, karena ada beberapa daerah memang belum siap untuk menerima bantuan, karena tidak siap secara administrasi, regulasi maupun prosedur, misalnya dia tidak mengajukan SIPD, bagaimana mau dibantu,” ujarnya.
Hasanuddin menekankan perlunya edukasi dari Pemprov Kaltim agar daerah memahami tata cara pengisian SIPD sehingga bantuan tidak tersendat. Ia juga mengusulkan penempatan petugas pendamping di daerah-daerah tertentu seperti Mahulu dan Kubar untuk mempercepat proses.
“Dari pada kerja dua atau tiga kali lebih baik sebenarnya ada petugas atau instansi dari pemerintah yang memberikan edukasi daerah seperti Mahulu dan Kubar, supaya bantuan keuangan ini tidak tersendat, karena di sana dapatnya sedikit karena prosedurnya tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Ia berharap tahun depan seluruh daerah Kaltim sudah memahami sistem pengelolaan dana sehingga penyaluran bantuan keuangan berjalan lancar tanpa tertunda. “Mudah-mudahan ini yang terakhir, mudah-mudahan tahun depan sudah paham semua sistem informasi pengelolaan daerah untuk bantuan keuangan betul-betul dipahami, sehingga tidak mundur-mandir uangnya nggak masuk,” tutup Hasanuddin. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Penyunting: Agnes Wiguna

