JAKARTA – Penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka babak baru dalam pengusutan kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Lembaga antirasuah itu mengungkap bahwa dua tersangka baru, yang terlibat dalam perkara serupa, terindikasi menerima aliran dana hingga Rp12,33 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan temuan tersebut berangkat dari rekapitulasi pengeluaran perusahaan yang dikendalikan salah satu terpidana dalam kasus ini, yakni Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto (DRS). Menurut Asep, data keuangan perusahaan itu menjadi kunci pemetaan aliran dana suap kepada sejumlah pihak eksternal.
“Untuk kepentingan MHC sebesar Rp1,1 miliar yang diberikan pada tahun 2022 dan 2023 secara transfer maupun tunai. Kemudian untuk kepentingan EKW sebesar Rp11,23 miliar yang diberikan pada September hingga Oktober 2022 secara transfer ke rekening yang telah ditentukan oleh EKW,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (01/12/2025) malam.
KPK mengidentifikasi bahwa MHC merujuk pada Muhlis Hanggani Capah, aparatur sipil negara di Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA yang saat itu menjabat pejabat pembuat komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Medan. Sementara EKW adalah Eddy Kurniawan Winarto, Komisaris PT Tri Tirta Permata, yang diduga memiliki peran strategis dalam mengatur proses pemenangan proyek.
Asep merinci bahwa pemberian dana kepada Muhlis dilakukan untuk memastikan perusahaan Dion dan rekanan lain tidak tersingkir dalam proses lelang pembangunan emplasemen dan bangunan Stasiun Medan Tahap II.
“Sementara alasan DPRS maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada EKW karena yang bersangkutan memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian dan pengawasan kontrak pekerjaan, pemeriksaan keuangan pekerjaan, serta dekat dengan pejabat di Kemenhub,” katanya.
Kasus suap di tubuh DJKA pertama kali terkuak melalui operasi tangkap tangan yang digelar KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Jawa Bagian Tengah. Setelah peristiwa itu, KPK terus memperluas penyidikan hingga menetapkan 10 tersangka awal yang langsung ditahan.
Dalam perkembangannya, hingga 12 Agustus 2025, jumlah tersangka bertambah menjadi 17 orang, termasuk dua korporasi. Nama-nama yang terjerat mencakup pejabat DJKA, Kepala Balai Teknik, pejabat pembuat komitmen dari berbagai wilayah, serta sejumlah direktur perusahaan rekanan.
Proyek yang menjadi objek korupsi tersebut tersebar di banyak daerah, mulai dari pembangunan jalur ganda Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso, proyek jalur kereta api Makassar, empat proyek konstruksi di Lampegan Cianjur, hingga perbaikan perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera. KPK menduga ada pola rekayasa pemenangan tender yang dilakukan sejak tahap administrasi hingga penentuan pemenang, dengan melibatkan pihak-pihak yang memiliki kewenangan strategis.
Meski sebagian terpidana telah dijatuhi hukuman, pengusutan aliran dana masih terus dilakukan. Sejumlah saksi dari kementerian maupun sektor swasta kembali dipanggil untuk memperjelas rangkaian transaksi dan dugaan keterlibatan pihak lain. []
Diyan Febriana Citra.

