Macron Akan Kunjungi China Bahas Ekonomi dan Geopolitik

Macron Akan Kunjungi China Bahas Ekonomi dan Geopolitik

Bagikan:

BEIJING – Kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke China pada 3–5 Desember 2025 mendatang kembali menempatkan hubungan Paris–Beijing dalam sorotan global. Pemerintah China melalui Kementerian Luar Negeri mengumumkan pada Senin (01/12/2025) bahwa Macron akan melakukan rangkaian pertemuan di Beijing dan Chengdu, menandai kunjungan kenegaraan keempatnya ke negara tersebut sejak ia menjabat.

Lawatan ini juga menjadi kelanjutan dari intensitas diplomasi kedua pemimpin setelah Presiden Xi Jinping berkunjung ke Prancis tahun lalu dalam rangka peringatan 60 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Momentum tersebut dinilai memperkuat fondasi kerja sama strategis yang sudah terjalin lama. Macron sendiri terakhir kali datang ke China pada 2023, kala ia turut didampingi Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menjelaskan bahwa selama kunjungan tersebut, Macron dijadwalkan bertemu langsung dengan Presiden Xi untuk membahas sejumlah isu penting, mulai dari hubungan bilateral hingga dinamika regional dan global yang tengah berlangsung. Selain itu, Macron juga akan mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Li Qiang serta Ketua Kongres Rakyat Nasional Zhao Leji.

“China siap bekerja sama dengan Prancis untuk memperjuangkan hubungan diplomatik China-Prancis, meningkatkan komunikasi strategis, memperdalam kerja sama praktis, dan memperluas koordinasi dalam urusan multilateral,” kata Lin Jian. Ia juga menyebut bahwa Beijing melihat kemitraan kedua negara sebagai peluang untuk memperkuat hubungan China–Uni Eropa di tengah tekanan geopolitik yang meningkat.

Aspek ekonomi diperkirakan menjadi fokus utama dalam agenda pembahasan kedua pemimpin. Kunjungan ini berlangsung menjelang tahun di mana Prancis akan menjadi tuan rumah KTT G7 pada 2026, sementara China akan memimpin APEC pada tahun yang sama. Dengan demikian, diskusi keduanya diprediksi dapat mempengaruhi arah kebijakan ekonomi kawasan.

Bagi Eropa, hubungan perdagangan dengan China sedang berada dalam masa sulit. Defisit perdagangan Uni Eropa yang mencapai 305,8 miliar euro pada 2024 menjadi salah satu sumber ketegangan. Kondisi tersebut diperburuk oleh melemahnya permintaan pasar China terhadap produk-produk industri Eropa serta pembatasan Beijing terhadap ekspor mineral tanah jarang yang sangat dibutuhkan untuk industri otomotif dan teknologi.

Karena itu, dialog antara Macron dan Xi disebut akan menitikberatkan pada “komitmen timbal balik”. Prancis dan Uni Eropa mengharapkan adanya peningkatan konsumsi domestik di China dan penurunan ekspor produk yang dinilai mendistorsi pasar. Sebaliknya, China menginginkan kepastian bahwa Eropa menjaga stabilitas ekonomi dengan mengurangi penghematan serta meningkatkan produksi.

Selain isu ekonomi, sejumlah persoalan geopolitik yang membayangi hubungan Eropa–China juga diperkirakan masuk dalam pembahasan. Perang Rusia–Ukraina menjadi salah satu topik krusial, mengingat Eropa menuding China memasok sebagian besar komponen yang digunakan Rusia dalam memproduksi senjata. Sementara itu, mengenai Taiwan, Uni Eropa disebut akan kembali menegaskan posisi kebijakannya bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari China, selaras dengan prinsip “One China Policy”.

Dengan beragam agenda strategis tersebut, kunjungan Macron tidak hanya mencerminkan hubungan diplomatik dua negara, tetapi juga menegaskan betapa pentingnya peran Prancis dan China dalam percaturan geopolitik dan ekonomi global saat ini. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional