JAKARTA — Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyesuaian Pidana terus berlanjut di Komisi III DPR RI, terutama terkait penyerasian pasal-pasal mengenai narkotika yang selama ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Sejumlah ketentuan di UU tersebut akan dilebur ke dalam KUHP baru yang bakal berlaku pada 2 Januari 2026. Oleh karena itu, DPR mengebut pembahasan karena aturan penyesuaian harus tuntas sebelum tenggat berlaku.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa pembahasan RUU ini belum mencapai titik final. Ia menyebut setiap masukan dari kelompok masyarakat akan menjadi pertimbangan, sesuai prinsip partisipasi bermakna dalam proses pembentukan peraturan.
“Jadi kita ikhtiarnya memenuhi meaningful participation ini sehingga ini tidak jadi formalitas saja,” ujar Habiburokhman, Selasa (02/12/2025), di Kompleks Parlemen Senayan.
Salah satu pihak yang hadir memberikan pandangan adalah Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT). Forum masyarakat sipil ini menyoroti sejumlah pasal terkait tindak pidana narkotika yang menurut mereka tidak muncul dalam draf RUU. Ketua DPP GRANAT, Henry Yosodiningrat, menyampaikan kekhawatirannya atas hilangnya sejumlah ketentuan penting.
“Tidak mengatur, bahkan menghilangkan, sepuluh pasal tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” kata Henry.
GRANAT menilai sejumlah ketentuan penting itu tidak boleh dihilangkan begitu saja karena memuat norma yang diperlukan untuk menindak pelaku peredaran narkotika. Henry mencontohkan salah satu pasal yang mengatur narkotika golongan I, yang menurutnya sangat krusial dalam penindakan. Ia meminta seluruh ketentuan pokok UU Narkotika ikut dipindahkan ke RUU Penyesuaian Pidana agar tidak timbul kekosongan hukum.
Tidak hanya terkait norma pidana, GRANAT juga menyoroti proses rehabilitasi bagi pengguna narkotika yang kerap menghadapi ketidakpastian aturan.
“Kami berpendapat dalam RUU Penyesuaian Pidana terkait narkotika harus diatur secara terperinci mengenai proses rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika,” ujarnya.
Henry juga menekankan perlunya penegasan aturan mengenai pemidanaan minimum khusus. Menurutnya, sistem KUHP baru tidak mengatur secara eksplisit mengenai batas minimum khusus, sehingga dikhawatirkan akan memengaruhi efektivitas pemidanaan terhadap kejahatan narkotika tertentu.
“Kami berpendapat perlu diatur mengenai pemidanaan minimum khusus dalam sanksi pemidanaan dan aturan secara jelas yang membedakan tindakan terhadap korban penyalahgunaan narkotika dengan pelaku peredaran gelap narkotika di dalam RUU Penyesuaian Pidana,” sambungnya.
DPR di sisi lain masih membuka ruang evaluasi menyusul dinamika masukan publik. Komisi III berjanji menyerap seluruh aspirasi sebelum merampungkan rumusan akhir RUU. Pemerintah dan DPR dituntut bergerak cepat karena waktu pembahasan kian sempit, sementara aturan penyesuaian harus menjadi jembatan keberlakuan KUHP dan KUHAP baru. []
Diyan Febriana Citra.

